Tamasya ke Utara Kalimantan Timur
Tamasya berasal dari bahasa Arab yang artinya jalan-jalan. Saya tidak tahu sejarahnya kenapa kata itu diadopsi ke bahasa Indonesia dan mengalami perubahan arti. Mungkin karena dalam budaya Arab, tamasya sering dilakukan karena banyak suku-suku di kawasan Arab yang nomaden dengan kulturnya melakukan perjalanan-perjalanan lalu berinteraksi dengan lingkungan barunya. Dan diadop ke istilah
Pada satu kesempatan -sekitar tahun 1998-an- mengantar Tim Konsultan Multi Sentra ke Medco Methanol Bunyu dalam rangka pembentukan Maintenance Services Company, kami manfaatkan juga untuk “tamasya” di sekitarnya. Berikut adalah catatan-catatan kami ketika ke Pulau Tarakan dan Pulau Bunyu.
Tarakan, Pulau Minyak
Sebenarnya tujuan kami tidak ke P. Tarakan tetapi ke Pulau Bunyu. Karena tidak kebagian seat pesawat yang langsung Balikpapan-Bunyu dari Pelita Air maka harus dengan penerbangan komersial Merpati ke Tarakan dan dilanjutkan dengan speed boat ke P. Bunyu. Katanya penerbangan langsung Balikpapan-Bunyu hanya sekali dalam seminggu. Untuk Balikpapan-Tarakan ada 2 penerbangan tiap hari yaitu dengan Merpati dan Bourog.
Ada sekitar 1 jam waktu penerbangan Balikpapan-Tarakan. Bandaranya lebih besar dari Bontang dan sudah ada fasilitas transportasi, rumah makan, telepon dll. Ada 4-5 pesawat kecil menunggu di Bandara. Pulau Tarakan merupakan pulau terpisah dari pulau besar Kalimantan dan berbatas laut Sulawesi. Luasnya wilayahnya sekitar 657 km2. Jaraknya sekitar 650 km arah utara Bontang dan termasuk daerah kabupaten paling utara Kaltim, Kabupaten Bulungan. Sejak tahun 1997 statusnya berubah menjadi Kotamadya Tarakan. Tahun 2007 penduduknya sekitar 165.801 jiwa
Sebagai sebuah kota di wilayah Kaltim, Tarakan termasuk komplet. Di sana sudah ada sarana pertokoan dengan beberapa plaza, sarana perkantoran, sarana jalan 2 jalur dan trasportasinya, sekolah, rumah sakit negeri, airport dengan penerbangan komersial, hotel berbintang dll. Bahkan sudah ada 2 sekolah tinggi setingkat universitas. Kalau boleh membandingkan, Tarakan bisa disebut nomor 3 urutan kota di Kaltim setelah Balikpapan dan Samarinda.
Kalau sebelum krisis ekonomi, Tarakan merupakan sorga untuk belanja produk luar negeri karena harganya relatif lebih murah hasil selundupan dari Tawau dan Sabah, Malaysia Timur. Barang yang dijual mulai dari minuman kaleng, susu, sabun, pakaian bermerek sampai dengan bawang putih. Barang-barang hasil selundupan di Tarakan sudah menjadi pemandangan biasa. Toko dengan bebasnya menjajakan barang. Tetapi setelah krisis ekonomi justru kebalikan arus penyelundupannya dari Tarakan ke Malaysia karena nilai ringggit masih stabil terhadap dolar AS menjadikan harga barang lebih murah di Indonesia. Barang-barang dari Malaysia seperti bawang putih yang dulu harganya hanya berkisar Rp 5000 sekarang harganya berkisar Rp 15.000 - 25.000 per kilogram. Hasil pengamatan sepintas di pertokoan memang menunjukkan mahalnya harga barang. Ada sabun produksi Malaysia berbentuk bulat dan agak keras. Hanya buah salak yang murah dan enak yaitu Rp 2500 per kilogram. “Ikan laut pun sekarang dijual ke Malaysia karena harganya lebih menjanjikan, sedang yang di sini hanya sisanya saja,” kata seorang penjual ikan.
Banyak sumber minyak dengan ribuan sumur yang ditandai dengan pompanya yang mengangguk-ngangguk di daerah Pamusian yang menjadikan Tarakan disebut Pulau Minyak. Sejak zaman Belanda, eksplorasi minyak sudah berlangsung. Kontraktor Production Sharing yang mengeksplorasi minyak saat ini di Tarakan adalah Medco Energi dengan perusahaannya Exspan. “Kadang-kadang ada wisatawan dari Belanda berkunjung ke Tarakan hanya untuk bernostalgia,” kata seorang driver yang mengantar kami.
Ada pantai yang dijadikan daerah wisata lokal yaitu Pantai Amal, sekitar 14 km dari pusat kota atau sekitar 20 menit perjalanan mobil. Tersedia angkot dengan tarif sekitar Rp5.000. Di sekitar pantai banyak warung-warung dan pohon kelapa. Tetapi waktu penulis ke sana, keadaan pantai sepi dan kotor. Banyak pohon kelapa yang dibiarkan roboh tergeletak di bibir pantai. Tak banyak pengunjung. Beberapa warung nampak kosong dan tidak teratur ditinggalkan penjualnya. Menurut Rusli Burham, karyawan Pupuk Kaltim (PKT) yang sering pergi ke Tarakan hanya pada even-even tertentu dan hari libur yang ramai. Kabarnya mendatang di Pantai Amal ini akan dibangun gazebo, taman bermain dan beberapa fasilitas rekreasi. Ada jenis makanan yang dijual di deretan lapak-lapak pedagang di sepanjang pantai, Kappah, sejenis kerang putih yang berbentuk lonjong, kulitnya halus tidak bergerigi. Harganya Rp 20.000 per kg. Dimasak seperti memasak kerang dan rasanya lebih lezat dari kerang yang biasa dijual di pasar.
Menurut catatan Kaltim Post (KP) saat mengikuti Journalist Tourism Tour 2007, sejumlah obyek wisata mulai dikembangkan, antara lain area hutan mangrove yang terletak di dalam kota, taman anggrek dan Pantai Amal. Menurut KP, hutan mangrove tersebut menghijau di tengah kota dan menjadi kawasan konservasi 45 ekor bekantan (Rhizopora apiculata), 20 spesies burung dan 11 jenis tanaman mangrove, yaitu bakau (Rhizopora apiculata), Api-api (Avicenia Sp), Bakau mulut (Brugueira gymnorrizha), bakau panggang (Brugueira Sp), Bius (Brugueira parviflora), Inggili (Xylocarpus granatum), Prepat (Sonneratia Sp), Prengat (Sonneratia caseolaris), Nipah (Nypa fructicans) dan gedangan (Aegyceras corniculatum). Lokasi kawasan ini sekitar 300 meter dari pisat perbelanjaan Gusher di Jl. Gajah Mada, tarakan Barat. Ada jalan kayu untuk menikmati kawasan ini yang dihuni juga oleh hewan mirip dengan ikan tetapi berkaki yang biasa disebut tempakul. Juga kepiting mini dengan warna-warni. Hutan mangrove yang dimiliki Tarakan selurunya sekitar 766 hektar dan yang ada di dalam kota hanya 22 hektar. Mangrove ini dibudiyakan untuk mencegah abrasi pantai, penahan hempasan ombak dan intrusi air laut karena Tarakan berbatasan langsung dengan laut.
Di sebelah barat-utara Pulau Tarakan, ada pulau tersendiri yang juga komplet dengan pemukimannya yaitu Pulau Bunyu. Dengan naik speed boat dari pelabuhan Tarakan memerlukan waktu sekitar 2 jam untuk speed boat ukuran kecil dan waktu 1 jam untuk ukuran besar. Ongkos speed boat sekitar Rp 300.000 untuk carter ukuran besar (muat 10 penumpang dan barang) sedang yang kecil sekitar Rp 90.000. Kalau dengan speed boat reguler hanya mengeluarkan biaya Rp 15.000 tetapi sehari hanya ada sekali jalan.
Pulau Bunyu dengan Methanolnya
Kami menginap di Mess Medco dan tak terduga bertemu dengan rekan kami yang di PKT yang sekarang bekerja di Medco, Yasirin sebagai asisten Direktur Utama. Saat itu pabrik sedang ada trouble dan Yasirin yang berkantor di Jakarta didatangkan ke Bunyu. Kami mutar-mutar Pulau Bunyu malam itu. Ke Pasar, ke komplek Angkatan Laut, ke komplek Pertamina, ke pemukiman penduduk, ke Pantai Nibung Indah dll. Keadaannya sepi sekali. Berbahagialah yang bermukim di Bontang ini karena ada daerah yang lebih sepi lagi he..he... Pusat keramaiannya tidak lebih dari Loktuan.
Pagi-pagi sebelum ke kantor Medco dengan badan pegel-pegel sisa perjalanan kemarin, kami sempatkan jalan-jalan di komplek Medco Methanol. Nampaknya kandungan uap air di udara tinggi karena kamera video Panasonic M-9000 yang kami bawa macet dengan indikasi embun. Kondisi perumahan hampir sama dengan komplek perumahan PC VI PKT dengan rumah rapi dan berhalaman luas. Hanya suasananya lebih sepi dan sedikit areanya. Satu-dua pedagang sayur lewat. Di situ sudah tersedia lapangan golf 8 hole.
Tentang Pulau Bunyu sendiri adalah salah satu kecamatan dari 15 kecamatan yang ada di Kabupaten Bulungan. Sebelumnya merupakan penghubung Kecamatan Tarakan di Bunyu. Terdiri dari dua buah desa yaitu desa Pulau Bunyu dan Tanah Merah yang terletak di Pulau Mandul. Luas P. Bunyu 162 km2 dan tanahnya berbukit-bukit. Tingkat kesuburannya sangat kurang karena sebagian besar tanah berupa pasir tetapi di beberapa halaman rumah penduduk banyak pohon pete dengan buah yang bergerombol. Memiliki sungai-sungai kecil dan dua per tiga daratan masih ditutupi hutan. Jumlah penduduk pada tahun 1995 sekitar 17.000 jiwa terdiri dari bermacam-macam suku bangsa. Penduduk asli bernama suku Tidung atau Melayu Tidung. Mata pencaharian pokok penduduk adalah nelayan, pejual jasa/buruh kasar dan pedagang kecil. Untuk fasilitas kota tersedia 1 Bank BDN, 1 SMU Yayasan Pertamina, 1 SMP negeri dan beberapa SD negeri. Ada juga beberapa penginapan sederhana dan pasar kecil yang buka di malam hari. Harga barang lebih mahal dari Tarakan. Belum tersedia Pompa Bensin dan untuk kebutuhan bahan bakar bensin didatangkan dari Tarakan. Untuk transport udara, pada tahun 1985 telah dibangun bandara dengan panjang landasan 1000 m dan lebar 30 m yang dikelola Pertamina. Bandara dapat didarati pesawat jenis Dash 7, Transal, Cassa dan pesawat kecil lainnya.
Sejarah perminyaan dan gas di Bunyu diawali dengan ditemukannya sumber minyak oleh Baataafsce Petroleum Maatchapij (BPM) pada tahun 1901. Dua puluh tahun kemudian, kegiatan perminyaan dilakukan oleh Nederlanche Indische Aardolie Maatchapij (NIAM) yang merupakan perusahaan patungan antara BPM dan pemerintah Hindia Belanda. Saat ini masih terdapat beberapa bangunan rumah sisa peninggalan Belanda. Tahun 1959 NIAM berubah menjadi PT Pertambangan Minyak Indonesia (Permindo) dan kemudian tahun 1971 berpindah tangan dan melebur ke Pertamina. Sampai tahun 1989 terdapat 183 sumur minyak. Karena terdapat juga sumber gas yang mencapai 35 juta kaki kubik per hari maka pada tahun 1981 dibangun pabrik methanol dengan proses Lurgi di Pulau Bunyu dengan kapasitas 1000 ton per hari. Pabrik tersebut dikelola oleh Pertamina.
Awalnya pabrik methanol Pertamina memang kinerjanya bagus tetapi sampai tahun 1996 kinerja pabrik methanol memperlihatkan penurunan. Pertamina kemudian menyewakan pabrik methanolnya selama 20 tahun kepada Medco Group dan jadilah Medco Methanol Bunyu. Menurut Yasirin, sumber gas alam di Bunyu maupun Tarakan besar dan memungkinkan bila dibuat lagi pabrik methanol.
Setelah tugas selesai kami kembali melewati laut dengan speed boat ke Pulau Tarakan. Kami menginap semalam dan merasakan nikmatnya ikan bakarnya. Tetapi masih kalah lezat dengan ikan bakar di Bontang he..he... Besoknya dengan pesawat ke Balikpapan kami pulang. (Sunaryo Broto)
Dosen Unhas Heran dengan Penulis Buku
BalasHapusMakassar, Tribun - Bedah buku berjudul Muslimah yang Ternoda (karya Muh Nurhidayat, ALUMNI SMUN 1 TARAKAN, edit) dimanfaatkan oleh Aswar Hasan untuk mengomentari hasil karya bekas mahasiswanya.
Atas undangan Forum Lingkar Pena Ranting Unhas, Aswar hadir di acara bedah buku itu di Lecture Theatre 8 Unhas sebagai dosen komunikasi di Universitas Hasanuddin dan Ketua Komisi Penyiaran Indonesia Sulawesi Selatan.
"Saya mengenal penulis selama bertahun-tahun sejak menjadi mahasiswa saya. Nurhidayat adalah pribadi yang lembut, tenang, dan tidak suka konflik. Namun dalam bukunya, penulis seolah-olah meluapkan kemarahan yang luar biasa atas bebrbagai kasus kejahatan seksual terhadap Muslimah," ujar mengomentari Nurhidayat, penulis buku Muslimah yang Ternoda.
Menurut Aswar, pelecehan seksual terhadap muslimah masih sering terjadi. Dibutuhkan upaya yang lebih keras agar pelecehan itu tidak terjadi. Aswar menyarankan,ada langkah advokasi tingkat internasional untuk mencegah pelecehan seksual terhadap kaum perempuan di seluruh dunia.
Selain Aswar, tampil pula Direktur PAHAM Sulawesi Selatan M Ichsan, mantan Sekum PKS Sulsel Ahmad Abdi Amsir, Ketua KKM Seruni KAMMI Nurmita, serta Muh Nurhidayat sebagai penulis buku.