Jumat, 21 Desember 2007

Kumpulan Puisi Bontang

Pengantar :

Awalnya adalah ketertarikan pada hal yang sama, pada dunia menulis terutama pada puisi. Sampai punya keinginan menerbitkan suatu Antologi Puisi di kota Industri yang baru tumbuh ini, Bontang. tetapi hingga akhir-akhir ini kelanjutan dari "respek pada hal sama" tersebut baru pada taraf pemikiran dan rencana-rencana. Atau bisa juga pada pemuatan puisi karya penulis lokal Bontang pada rubrik Ekspresi Buletin Baiturahman, sebuah penerbitan terbatas di lingkungan Pupuk Kaltim yang terbit tiap bulan sekali.

Dan tiba-tia ada "angin puisi" yang berhembus begitu kencang di Bontang. Angin puisi tersebut adalah kedatangan Emha Ainun Nadjib ke Bontang yang akan baca puisi. Ada momentum bagus ini dan tak ingin disia-siakan untuk menyuburkan tunas-tunas dalam penerbitan antologi puisi di Bontang. Dan juga untuk semacam penyambutan pada seorang penyair. Kalau seorang pejabat disambut upacara maka penyair disambut dengan karya puisi. Puisi-puisi ini akan dibacakan pada acara Islam, Puisi dan Emha di Gedung Koperasi PC VI tanggal 11 Juli 1991

Ini juga baru awal. Ini juga baru proses

Bontang, Juli 1993

Tuhan Kau Letakkan Dimana Kami?

Oleh : Sunaryo Broto

 

Menangguk senja

Rasa getar masih di kepala

Ada yang seharusnya kita coba

Menelurusi waktu yang ada

Memungut detik demi detik

Membuatnya menjadi bermakna

 

Apa yang kita cari sesungguhnya?

Kewajaran atau aliran deras

Ada yang seharusnya kita raba

Ada yang seharusnya kita lupa

Ada yang seharusnya kita tak apa-apa

Bermain-main dan bermain-main belaka

 

Garis-garis alur kehidupan

Kita coba pegang ujungnya

Dan gerak pada hidup ini

Hanya ibadah yang membatasi

Tetapi

Kau letakkan dimana kami?

                        Bontang, Juni 1993

 

Kita Tetap Menunggu Renta*)

Oleh : Sunaryo Broto 

 

Entah terasa

Ternyata kita berangkat tua

 

Kesadaran dan perenungan

Menghias pelupuk mata

 

Nasib yang bergulir

Tak mudah membuatnya menyingkir

 

Belum cukup umur ternyata

Untuk membuatnya tak tergoda

Dewa-dewa baru temuan kita

Menjadi mempesona

 

Pasir di tabung kaca

Merembet turun menyisakan jeda

 

Dosa demi dosa

Kita coba menepisnya

 

Berjalan memang harus tetap setia

Untuk menghindar pada lobang yang ada

Dan manusia

Tetap akan menunggu renta

                        Bontang, Juli 1993

*)Dimuat di Rubrik Oase, Republika, 1993

Tidak ada komentar:

Posting Komentar