Selasa, 18 Desember 2007

Resensi Buku : A Whole New Mind. Menuju Zaman Konseptual, Membuat Manusia Menjadi Bermakna


Seorang kolega memberi gift buku berjudul A Whole New Mind (Suatu Pemikiran baru yang utuh) dengan sub judul Berpindah dari zaman Informasi menuju zaman konseptual karangan Daniel H Pink. Buku bersampul dominant warna pink (bukan kebetulan sesuai dengan nama penulisnya) setebal 238 halaman. Penulis disebutkan seorang kontributor editor majalah Wired di USA. Dia telah menulis di New York Times, Harvard Business Review dll. Penulis tinggal di Washington DC dengan istri dan tiga anaknya. Sebelumnya saya belum mengenal penulis. Buku itu terbitan perdana tahun 2006. Saya sebelumnya jarang membaca buku terjemahan serial manajemen atau pemikiran baru. Saya membaca beberapa buku manajemen untuk kebutuhan kuliah. Yang saya senangi sebelumnya ya buku-buku fiksi novel, cerpen, catatan perjalanan, buku agama, kisah manusia dll. Tetapi karena saya diberi gift dengan perkataan “buku ini mungkin cocok untuk saya” berarti saya harus membacanya. Bukan berdasar pada selera saya saja. Sekali waktu juga hasil masukan dari orang lain.

 

Saya sempatkan membacanya di sela-sela perjalanan dinas. Kalau di rumah ditanggung tidak akan selesai he..he.. Awalnya membaca buku ini terasa membosankan karena hanya bercerita tentang fungsi otak kiri yang cenderung logik dan fungsi otak kanan yang sangat manusia. Dimulai dengan judul kebangkitan otak kanan.

 

Tetapi lama kelamaan isinya menjadi menarik. Dia menulis dengan bukti-bukti yang diambil dari seluruh dunia. Baik dari buku, majalah, survey, pendapat tokoh dll. Bahkan kadang dia sempatkan bertemu dengan nara sumber di berbagai negara untuk bergaul dan mendapatkan point dari opininya. Dia traveling dari negara satu ke nagara lainnya. Dia bisa mengutip dengan enaknya. Marilah kita nikmati isi buku tersebut.

 

Kelimpahan, Asia dan Otomatisasi.

Mari kita tengok masa pada saat orang tua menyuruh anaknya mencekoki hal-hal sebagai berikut : lulus dengan nilai bagus, masuk perguruan tinggi, raih profesi yang akan mengangkat standar hidup dan prestise hebat. Jadilah profesi dokter, insinyur, pengacara, akuntan menjadi idola. Peter Drucker menyebutnya ”Pekerja intelektual”. Ketika komputer mulai berkembang dan para CEO tampil pada cover majalah, kaum muda yang pandai dalam hal matematika dan ilmu alam, memilih teknologi tinggi, sementara yang lainnya memilih sekolah bisnis, mengira sukses dapat diraih melalui MBA. Para ”Pekerja intelektual” tersebut mempunyai kemampuan memperoleh dan menerapkan pengetahuan teoritis dan analitis yang sangat didukung oleh otak kiri. Kegunaan pemikiran beorientasi otak kiri dan keuntungan dari kerjanya masih diperlukan. Namun tidak cukup. Kita sedang bergerak memasuki zaman dimana pemikiran berorientasi otak kanan akan semakin menentukan siapa yang akan sukses karena ada keadaan berkelimpahan, Asia dan Otomatisasi.

 

Apa itu? Sekarang, gambaran kehidupan sosial, ekonomi dan budaya di banyak tempat di dunia adalah kelimpahan. Contoh di Amerika, banyaknya mall, kepemilikan mobil pribadi ditandai dengan menjamurnya bisnis gudang pribadi dll. Kelimpahan mengakibatkan hasil yang ironis : Pemikir yang berorientasi otak kiri yang paling berjaya semakin kurang penting. Kemakmuran yang dihasilkannya telah menempatkan harga tinggi pada hal-hal yang kurang rasional, yang lebih mempunyai sensibilitas pada otak kanan, antara lain keindahan, spiritualitas, emosi. Tak lagi cukup menjual barang yang harganya murah dan berguna tetapi barang tersebut harus indah, unik dan berarti. Makanya saya menjadi paham kenapa harga lukisannya Vincent Van Goch yang berjudul Self Potret of Dr Gachet bisa laku di atas Rp50M. Juga lukisannya Affandi, Jeihan bisa laku di atas Rp300 juta. Sekarang juga sedang marak bisnis tanaman hias anthurium Bayangkan harga satu pohon tak lebih tinggi dari tubuh manusia bisa mencapai Rp500 Juta. Kabarnya, di suatu pameran nurseri di Karanganyar, Jateng rekornya mencapai Rp1M. Wah! Bandingkan dengan harga pohon jati di Blora yang berusia ratusan tahun harganya sama dengan tanaman hias anthurium jenmani. Sama sekali tidak logis (dengan terminologi otak kiri he..he..) tetapi dapat dimengerti.

 

Kenapa Asia? Ada ceritanya. Sekarang ini pekerjaan yang sifatnya logical seperti programer IT sudah mulai dikuasai oleh pekerja di Asia seperti India, Philipina, Cina dll. Mereka sudah mencancam pekerjaan IT yang berorientasi otak kiri di Amerika Utara dan Eropa dengan keunggulan gaji jauh lebih murah. Perusahaan Hewlet Packard mempekerjakan beberapa ribu insinyur di India. Siemens mempekerjakan tiga ribu programer komputer di India dan sedang memindahkan 15 ribu pekerjaan serupa. Oracle mempunyai 5 ribu staf dari India. Konsultan IT di India mempekerjakan 17 ribu insinyur India untuk melakukan pekerjaan Home Depot, Nokia dan Sony. Daftar masih berlanjut dengan perusahaan lain di negara Cina, Philipina dll. Pekerjaan beorientasi otak kiri yang bersifat standar dan rutin seperti analisa keuangan, radiologi dan programer komputer bisa dilakukan lebih murah di negara lain dan secara instan hasilnya dikirim melalui serat optik maka kesanalah pekerjaan itu pergi.

 

Otomatisasi. Pekerjaan yang bersifat logic, perhitungan dan bersifat runtun akan tergantikan oleh mesin komputer. Artinya banyak pekerjaan yang harus digantikan oleh mesin karena sudah bersifat otomatisasi.

 

Konsep Tinggi Menyentuh Hati.

Tiga kekuatan di atas sedang mengubah timbangan ke arah pemikiran berorientasi otak kanan. Kelimpahan produksi sudah memuaskan, bahkan terlalu memuaskan kebutuhan material jutaan orang sehingga orang kini lebih menghargai makna keindahan dan emosi serta pencarian makna individual. Asia sedang mempekerjakan sejumlah besar pekerjaan beorientasi otak kiri dengan  upah lebih murah. Otomatisasi sudah mulai mempengaruhi generasi pekerja intelektual dengan cara yang hampir sama dengan yang terjadi pada generasi pekerja otot. Sekarang kita sedang menuju ke arah zaman pasca zaman IT yaitu zaman konseptual. Karakter utama di sini adalah para pencipta dan yang mampu berempati. Kemampuan khasnya adalah penguasaan pemikiran berorientasi otak kanan.

 

Berdasar kombinasi ukuran kemakmuran, kemajuan teknologi dan globalisasi maka zaman dapat dipetakan yaitu, pada abad 18 zaman agrikultur (petani), abad 19 zaman industri (pekerja pabrik), abad 20 zaman informasi (pekerja intelektual) dan abad 21 zaman konseptual (pencipta dan berempati)

 

Enam Indra di Zaman Konseptual

Di zaman konseptual kita perlu melengkapi pemikiran berorientasi otak kiri dengan menguasai enam kemampuan dasar dari pemikiran berorientasi otak kanan. Secara bersamaan keenam indra yang high concept dan high touch ini dapat membantu mengembangkan pemikiran baru yang utuh, yang diperlukan pada zaman konseptual.  Keenam indra tersebut adalah desain, cerita, simponi, empati, bermain dan makna.

 

Sekarang ini produsen tidak lagi cukup menciptakan suatu produk, jasa, pengalaman atau lifestyle yang hanya fungsional. Sekarang ini yang penting secara ekonomis dan menguntungkan secara pribadi adalah menciptakan sesuatu yang indah, unik dan menyentuh emosi. Bukan hanya fungsi tetapi juga desain.

 

Ketika kita dibanjiri oleh informasi dan data, tidaklah cukup menata argumen efektif. Berkomunikasi dan memahami diri sendiri telah menjadi suatu kemampuan untuk menampilkan cerita yang menyentuh. Cerita menjadi penting karena bisa menyentuh emosi. Bukan hanya argumen tetapi juga cerita. Zaman konseptual mengingatkan tentang suatu kebenaran kekal namun jarang dilakukan yakni kita harus saling mendengarkan cerita satu sama lain dan kita masing-masing adalah pengarang kisah hidup diri sendiri.

 

Zaman industri dan informasi banyak menuntut fokus dan spesialisasi. Namun ketika pekerjaan intelektual berpindah ke Asia, ada pekerjaan baru yang mengandalkan kemampuan sebaliknya. Kemampuan menyatukan berbagai hal yang disebut simponi. Bukan hanya analisa tetapi juga sintesa –memandang gambaran menyeluruh dan melampaui batas-batas, kemampuan mengkombinasikan hal-hal berbeda menjadi kesatuan utuh yang memikat. Bukan hanya fokus tetapi juga simponi.

 

Kemampuan berpikir logis merupakan ciri dari manusia. Tetapi dalam era informasi ini logika saja tidak cukup. Apa yang membedakan orang yang sungguh hidup adalah kemampuan mereka memahami apa yang membuat sesama mereka bahagia, kemampuan menjalin relasi dan menaruh kepedulian sesama. Bukan hanya logis tetapi juga empati. Praktek medis besokpun akan mengubah informasi dari sekedar diagnosis saja tetapi juga empati, pengobatan yang naratif dan holistik.

 

Banyak bukti menunjuk manfaat kesehatan dan keuntungan profesional dari tawa, hati ringan, bermain dan humor. Ada waktu untuk serius tetapi ada waktu untuk bermain. Di zaman konseptual dalam kerja dan kehidupan, kita semua butuh bermain. Bukan hanya keseriusan tetapi juga bermain. Di India sudah lama ada club tawa yang kegiatannya hanya tertawa saja ha..ha.. Menurut pendirinya, dr. Kataria, ”tawa adalah obat terbaik”.

 

Kita hidup dalam dunia yang berkelimpahan materi yang mempesona. Semua membebaskan orang dari pergulatan hidup sehari-hari dan membebaskan kita mengejar hasrat yang lebih berarti, seperti makna hidup, transendensi dan kepuasan spiritual. Jadi bukan hanya akumulasi saja tetapi juga bermakna. (Sunaryo Broto)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar