Kamis, 20 Desember 2007

Aku Ingin Hidup Lebih Lapang

Tentang Waktu

Kumpulan Puisi Masa Karyawan

 

Sunaryo Broto

Cetakan Pertama, Juni 2007

Penerbit :

Studio Kata

Bontang, Kalimantan Timur

 

Pengantar : Dokumentasi Karya

  

 Tiba-tiba saja semangat mendokumentasikan karya sedang meninggi. Ada saatnya berkarya, ada saatnya merenung dan ada saatnya membiarkan saja renungan tersebut. Ada seorang teman penulis dari Bandung, Hikmat Gumelar dan seorang editor buku, Waliyunu Hariman yang gencar mendorong untuk menulis dan menerbitkan buku. Maka di sela waktu tetap saya sempatkan mencari jejak-jejak tulisan yang masih ada. Maklum dari dulu mood menulis itu melompat-lompat saja  tergantung dari keadaan yang ada. Bila pekerjaan kantor tinggi bisa saja tidak ada waktu untuk menulis sama sekali. Tapi jika tiba-tiba saja mempunyai ide itu bisa saja langsung saya tuliskan. Hanya masalahnya tulisan itu terkadang terselip entah di mana. Jika menghadap komputer, lumayan, langsung bisa mengetik. Tetapi bila saat bepergian atau waktu menunggu di Bandara maka yang harus dilakukan adalah menulis ide di kertas-kertas yang –biasanya- saya membawa sekaligus dengan penanya. Bagi saya, menulis itu sesuatu yang menyenangkan. Sudah seperti kebutuhan, seperti halnya makan. Dimanapun bisa dilakukan. Atau kadang ide mentahnya terlintas begitu saja dan sambil berjalannya waktu sekaligus menunggu matang. Saatnya matang tinggal duduku manis di depan komputer dan tangan otomatis bergerak mengikuti pikiran.

 

Soal mutu atawa kwalitas itu sangat relatif dan bukan porsi penulis yang menilainya. Biarkan waktu berjalan saja. Yang utama adalah berkarya, perihal apresiasi itu urusan belakangan. Sebaiknya memang memperhatikan kwalitas tetapi kalau menunggu itu keburu habis moodnya. Paralel saja. Kalau sudah menjadi kebiasaan, kwalitas akan muncul seiring sejalan.

 

Puisi-puisi ini didapat dari buku harian atau Buletin Baiturrahman yang pernah terbit rutin tiap bulan. Sebagian di buku Antologi Puisi atau pernah dimuat di koran. Sebagian lain di coretan-coretan kertas.

 

Segala sesuatu tentunya disertai harapan. Dengan terdokumentasikannya menjadi sebuah buku maka bisa saja membuat enak untuk membacanya. Yang utama dari itu buku tersebut dapat memberi kegunaan, minimal bagi penulisnya sendiri, atau keluarganya atau rekan-rekan dekatnya atau lainnya. Semoga lingkungan sekitar bisa menyambutnya.

 

Karya manusia tentunya belum sempurna. Terlebih hanya dari satu pihak, Kiritik dan saran tentunya sangat diharapkan untuk perbaikan karya. Selamat membaca.

 

 

Bontang, 11 Juni 2007

 

Ingin Dekat Allah

 

Ingin dekat Allah

Dalam Alif Lam Mim

Tersungkur dan tertawa

Harus ada kendala

 

Ingin dekat Allah

Dengan tajwid menghamba

Hancur dada

Dengan penuh rasa

                        Bontang 9 Des 1992

 

Kita Tetap Menunggu Renta*)

 

Entah terasa

Ternyata kita berangkat tua

 

Kesadaran dan perenungan

Menghias pelupuk mata

 

Nasib yang bergulir

Tak mudah membuatnya menyingkir

 

Belum cukup umur ternyata

Untuk membuatnya tak tergoda

Dewa-dewa baru temuan kita

Menjadi mempesona

 

Pasir di tabung kaca

Merembet turun menyisakan jeda

 

Dosa demi dosa

Kita coba menepisnya

 

Berjalan memang harus tetap setia

Untuk menghindar pada lobang yang ada

Dan manusia

Tetap akan menunggu renta

                        Bontang, Juli 1993

 *) Dimuat di Republika, 1993

 

Aku ingin hidup lebih lapang

 

Ingin lepas keseharian

Dari rutin nafas tersengal

Menit memacu detik

Tak banyak menyisakan jeda

Saya seperti tak bisa apa-apa

 

Berita saling mengisi

Dari pelecehan sampai kerja sama

Di mana-mana

Betapa beragamnya negeri ini

Dimana orang mengaji

Di sebelahnya orang saling memaki

 

Aku ingin hidup lebih lapang

Lepas dari keseharian

                        Bontang, Mei 1993

 

Tentang Puisi

 

Ada sesuatu yang terbentang

Beragam pertanyaan

Beratus pemikiran

Bermacam penyataan

Apa yang menarik dari puisi selain sebagian ilusi

Dan sedikit kata hati

 

Ada sesuatu yang enggan dihadirkan

Beragam kemungkinan

Bermacam kepastian

Digores derap langkah kaki

Apa yang menarik dari makna puisi selain kata-kata bunyi

Dan sedikit arti

                        Bontang, Mei 1993

 

Pada Dasarnya Hanya Akibat

 

Roda berputar

Teratuk batu

Bukan oleh siapa itu

 

Ketika titik itu nampak

Pada sebuah pena yang disentuhkan

Pada akhirnya hanya akibat

 

Ketika sakit terasa

Pada akhirnya hanya akibat

Dari ketidakseimbangan raga

 

Ketika kematian menjelang

Pada akhirnya hanya akibat

Tugas-tugas hampir usai

 

Pada akhirnya hanya akibat

Atau sesuatu seperti akibat

Yang tak datang tiba-tiba

                        Bontang, 13 Nop 1993

Tahajud

 

Ya Allah

Saya merasa takut

Melihat luka yang semakin akut

Betapa inginnya bercengkerama

Mengurai apa saja

 

Saya mengaku

tanpaMu hidupku akan kelu

maka aku perlu

berpegang padaMu

 

Melawan arus pikiran

Dan ketidakpastian gelombang kesadaran

Betapa tak sederhananya

Kemauan umat manusia

                        Bontang, 27 Peb 1997

 

Bontang-Jakarta dan Bunga-bunga*)

                        Kepada Ir. Arifin Tasrif

 

Selamat pagi jakarta

Masihkah tersisa jejakku

Bau keringat basah

Dan luruh waktu di genggaman jutaan orang

Yang berlari pagi sampai malam

Haruskah kuketuk pintumu keras-keras

Agar jelas

Mana gertakan dan mana erangan

 

Selamat siang Jakarta

Rasanya aku harus menyapa

Bukan dengan sorot mata

Masih lamat-lamat hinggap di kepala

Deru suara mesik sibuk

Dendang alam dan angin Bukit Sintuk

Begitu menyejuk

Bontang-Jakarta hanya jarak

Dan perpisahan hanya kata-kata usang

Yang tak perlu penghayatan

Untuk sebuah karya

Dimanapun tak ada beda

 

Selamat malam Jakarta

Buah karya dari Bontang

Akan selalu kukenang

Dalam sedih dan senang

                        Bontang, 31 Agustus 1995

 

*) Puisi ini dibacakan sewaktu perpisahan dengan Ir. Arifin Tasrif yang mendapat tugas sebagai Direksi PT Rekayasa Industri, Jakarta.

 

 

Bontang-Yogya dan Do’a-do’a*)

Untuk Pak Bambang Waspodo

 

Entah sudah berapa lama

Kita bersua

Tak juga berbilang waktu

Kita bertemu

 

Pisah hanya beda tempat

Kita tetap dalam satu waktu

Jangan membuatnya terikat

Yang penting pada satu mau

 

Tipis beda antara pertemuan dan perpisahan

Seperti mimpi dan khayalan

Sebagian ada yang tak kita sangka

Mengalir begitu saja

 

Sampai pada suatu ketika

Ternyata kerja harus usai

Besok kami alami juga

Sewaktu mendekati senja

 

Mungkin banyak kata kita

Mungkin banyak perbuatan kita

Mungkin banyak langkah kita

Mungkin canda

Yang tak berkenan

 

Antara Bontang-Yogya, jarak menjadi tak terasa

Kini, yang ada hanya do’a-do’a

Buah dari perjalanan kita

 

Ke depan tetap kita jalin persahabatan

Kita tetap jalin keakraban

Tetap jalin kemungkinan

Pada kita

Doa-doa saja yang kita bisa

 

Sunaryo Broto

Bontang, 2 Maret 2007

*) Dibacakan sewaktu perpisahan dengan Bambang Waspodo yang pensiun dan pindah ke Yogyakarta.

 

Banyak

 

Banyak kata

Banyak tanya

Banyak-banyak

Kata-kata

Tanya-tanya

Tak apa

Siapa yang peduli?

 

Bontang, 12 April 2007

 

Senafas

Roda pedati

Bergerak

Menyambung hati

 

Desah nafas

Merambat

Membuat hidup jadi mengerti

 

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar