Selasa, 18 Desember 2007

Puisi Bahrain-Mesir

Suatu Hari di Bahrain

 

Apa yang terjadi di suatu negera

Gedung megah dan lampu berhias

Tapi aku hanya berjalan sendiri

diterpa angin gurun pagi

 

Toko karpet dan cindera mata

Memasang harga sangat tinggi

Diantara show room ferari

 

Seorang Yaman menganggap saudara

Dengan antusias bercerita

Para perantau orang-orang di negerinya

 

Seorang pedagang bergaya akrab

Dan menawarkan barangnya

”Harga termurah untuk saudara...”

Tapi ternyata pedagang sama saja

 

Adzan dhuhur lamat-lamat terdengar

Dan orang lalu-lalang

Toko tetap berjualan

Aku sembahyang di masjid indah nan besar

 

Majalah dengan iklan mewah

berderet di jalan mobil meriah

BMW sport melaju dengan gadis berbaju you can see di dalamnya

Inikah negeri Arab?

 

Seorang pekerja Pakistan berkisah

Dia bekerja meninggalkan keluarga

Rela pergi demi dinar di mata

Untuk sebuah cita-cita

 

Aku hanya sendiri di kamar di negeri jauh

Tanpa sempat melempar sauh

Tanpa koran pagi

Adliya, 11 April 2006

 

Bahrain, Tak Kusangka

 

Tak kusangka

Aku mengunjungi bangsa dengan peradaban tua

Sisa peninggalan kuburan masal dan jejak kerajaan Macedonia

 

Tak kusangka

Aku mengunjungi bangsa yang mengerti budaya

Sebuah museum yang sangat tertata

 

Tak kusangka

Di negeri Arab ada pariwisata

Kunjungan wisata lebih dari dua juta

 

Tak kusangka

Aku pergi ke negeri kaya

Seorang Philipina bertanya,”Apa aku tenaga musiman juga?”

Seorang India berbicara dengan cepatnya

”Aku sudah pergi kemana-mana...”

Tetap, Orang Pakistan banyak yang jadi pekerja

Dan orang Indonesia jadi pembantu rumah tangga

Wah!

 

Pertemuan di Doha

 

Tak kusangka

Di Bandara Doha banyak tenaga kerja wanita Indonesia

Ada gambar garuda di paspornya

Satu dua pekerja Philipina

Dan Thailand, aku rasa

 

Wajah-wajah melayu

Dengan lugu

Di sudut ruang tunggu

Mereka sabar meniti waktu

 

Sedang mau ke mana para nona dan nyonya?

”Kami pergi ke Yordania”

”Kami bekerja di Saudi Arabia”

”Kami mau ke Manama...”

Bahkan ada yang ke Sudan, Afrika

 

Di Doha

Membuatku dahaga

Mengapa mereka pada mengembara?

 

 

Di Karbabad Village

 

Apakah masih ada desa di sana?

 

Seorang sopir taksi

Dengan tarif 10 dinar per jam berlagak

”Ini rumah ayahanda raja!”

”Ini toko souvenir kita”

”Ini jalan menuju Saudi Arabia...”

”Ini pulau yang menjadi penjara....”

 

Kami masih juga melaju

Jalan aspal dan rumah-rumah batu

Rasanya tak ada rumah bambu

”Mana pendudukmu?”

 

Seorang perajin bersama cucunya

Duduk pada alas sofa

Tak satupun pengunjung jua

Menunggu jualan anyaman daun kurma

Tapi barang termurah 6 dolar Amerika

 

Di Karbabad

Rasanya hanya lewat

Manama, April 2006

 

 

Kairo dan Mesir

 

Sejak dulu aku ingin ke sana

Melihat piramide dan bangunan tua

Peradaban lama yang masih tersisa

Patung Ramses di dekat Bandara menyambutnya

”Selamat datang para firaun kami akan melihat hasil karya”

 

Sungai Nil melintas saja di empat negara

Sungai tertua yang kukenal lewat cerita Nabi Musa

Dimana bayi Musa diletakkan?

Dua orang nelayan berperahu mencari ikan

Di antara gedung megah di kedua sisinya

 

Taksi Fiat tua berseliweran saja

Gerobak keledai melintas mengangkut kardus bekas

Padatnya mirip dengan Jakarta

Seorang sopir berbicara bahasa Sana

 

Lihat! Masjid Al-Azhar menyambutnya dengan seribu menara

Gereja-gereja tua di sekitarnya

Burung gagak melintas terbang diantaranya

Dinding-dinding kusam menjadi pembeda

 

Lukisan papirus di toko cindera mata

Aroma parfum murah ditawarkan di pinggir jalan

Seorang Arab dengan fasih bercerita

Semua tentang dagangannya

 

Naquib Mahfud berkata, ”Inilah bangsaku! Inilah karya”

Heikal berkisah tentang riwayat Muhammad

”Tapi lihat juga seorang Anwar Sadat!,” katanya.

Nawal El Sadali bercerita tentang seorang perempuan yang tersia-sia

Ada gambar Dido tengah menggiring bola

 

Kulihat tiga piramide besar di Giza

Tak terlaksana melihat ke Saqqara

Berapa jumlah piramide di sana?

”Mari-mari naik unta...,” seseorang menyambutnya.

”Atau berfoto bersama.”

Kami makan siang di depan patung singa

Ditemani minuman fanta

 

Kairo dan Mesir

Memang kota tua

Yang masih mempesona

 

 

Di Museum Nasional Mesir

 

Gedung itu tetap megah berdiri

Memajang benda-benda yang sangat berarti

Kenapa dijaga banyak polisi?

 

Baru sekali kulihat musium seperti mall

Ramai pengunjung berseliweran

Banyak guide menerangkan dengan bermacam bahasa

Wajah-wajah manca negara

”Mana bahasa Indonesia?”

 

Patung dan batu-batu berdiri

Emas perak berkilauan berseri

Tertulis nama raja 2.400 Sebelum Masehi

 

Ada kapal tanpa layar

Ada rumah tanpa penghuni

Ada gambar seperti kitab suci

Ada banyak benda yang sangat berarti

 

Puluhan mummy terbaring di ruang kaca

Kupandang lekat satu wajah raja

Kulitnya coklat tua

”Benarkah kau yang mengejar Nabi Musa?”

”Benarkah kau yang ingin menguasai dunia?”

 

Aku ingin cerita pada anak

”Telah kulihat Fir’aun sang raja

Wajahnya tirus dan sangat tua

Kau tahu apa artinya semua?

Bahwa Al-Qur’an itu nyata.”

 

Museum nasional Mesir

Di Square Tahrir

Puluhan buku wisata bercetak indah tersedia

Banyak berbahasa Inggris, Jerman, Perancis, Turki dan Yunani

”Mana buku yang berbahasa Melayu?”

Aku tak coba melucu

Kairo, April 2006

 

 

 

Di Alexandria

 

Alexandria, akhirnya aku ke sana

Tak tampak negara Arab

Malah seperti Eropa

 

Angin berhembus kencang

Perahu dan ombak  berkecipakan

Di laut Mediterania

 

Rasanya banyak orang Turki

Atau lebih banyak lagi Yunani

Juga banyak tinggalan Romawi

 

Ada pesanggrahan sang raja untuk tamu negara

“Mana Hotel San Marino dalam novel Ayat-ayat Cinta?”

Wajah Fachri dan Aisyah membayang

Di penghujung Ashar, usai sembahyang

 

“Ini mercusuar tertua di dunia”

Tapi  sudah habis terkena gempa

”Mana makam Luqman?”

Dalam Qur’an, dia begitu sayang anaknya

 

Di Perpustakaan tua

Di depan ada patung raja

 

Aku hanya berfoto saja

Di depan patung kepala Sang Legenda

Ada apa di sana?

Kabarnya Archimedes pernah belajar juga

Mana buku-buku tinggalan Cleopatra?

 

Di Alexandria

Aku kesulitan mencari cindera mata

Kairo, April 2006

 

 

 

Di Hotel Raja, Dokki

 

Katanya hotel bintang tiga

Dengan lift seadanya

Dan kamar dengan AC manual

Kami mandi dengan air menetes

 

Pesawat telepon tua dengan putaran

Dan pigura gambar model generasi kakek saya

 

Seorang resepsionis kristen koptik menyapa

”Aku adalah tamunya,” ungkapnya ramah.

Seorang pria muslim berkumis bercerita tentang Dido dan bola

Tubuhnya ramping tinggi berkumis dan berhidung bangir.

”Kami lima kali juara Piala Afrika,” katanya bangga

 

Kami sarapan pagi

Pria berwajah India melayani

Apa menu pagi ini?

Sayur kacang merah dan sepotong roti

Dan kami gelontor dengan teh manis

Tanpa nasi

Tak ada buah dan koran pagi

 

Apa rencana hari ini?

Kairo, April 2006

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar