Rabu, 26 Desember 2007
Senin, 24 Desember 2007
Pintu Gerot Antik dari Karanganyar
Di dalam rumah hampir semua perabotnya adalah barang antic (baca : barang bekas). Meja, kursi tamu, tempat tidur, rak buku, lemari, meja makan dll semua dari barang bekas. Ada juga beberapa hiasan rumah seperti guci, piring, setrika, buku, hiasan dinding, jam dinding, lampu. Semua ditata rapi di dalam rumah. Di dalam rumah suasananya seperti ruang pamer furniture antic. Di beranda juga disusun beberapa set meja kursi antic. “Kadang ada juga tamu yang sekaligus juga melihat-lihat barang-barang itu. Bahkan sampai masuk ke kamar tidur,” kata Cicup –panggilan akrabnya.
Di depan rumah diset sebuah rumah panggung kayu berukuran 3x3 meter. Seperti sebuah gazebo tetapi dindingnya tertutup. Bisa saja difungsikan untuk ruang kerja out door atau sebuah pavilyun kecil. Semua bahan rumah panggung ini juga dari kayu bekas bongkaran rumah yang ditata sedemikian rupa saling melengkapi untuk sebuah rumah kayu.
Ditemui di rumahnya yang asri, Rochmad Subagyo memaparkan tentang usahanya. Bermula pada kesenangannya pada barang antic. Sebelumnya ayah dua anak ini adalah kolektor barang antic. Awalnya buku bekas yang dikoleksinya karena memang kebutuhannya saat mahasiswa dan masih terjangkau harganya. Lalu setelah berkeluarga kebutuhannya pun bertambah dan mulai membeli kebutuhan rumah tangga. Ada beberapa keramik, guci, setrika, pigura, piring-piring, meja dan kursi, lemari dll.
“Saya suka membeli beberapa furniture antic. Disamping modelnya dan kayunya lama, harganyapun lebih murah daripada membeli furniture baru. Dari segi kekuatan, kayu lama jauh lebih kuat dari kayu sekarang,” kata Cicup yang masih sebagai PNS (Pegawai Negeri Sipil).
Setelah itu Cicup menjadi keranjingan dalam mengoleksi furniture antic. Bila ada waktu luang dan dana, dia sempatkan membeli furniture antic untuk menambah koleksinya. Lama-lama ternyata banyak juga dana yang telah dikucurkannya untuk investasi furniture antic. Alumni Geografi UGM tersebut juga mulai mengenal jaringan dan manajemen furniture antic. Dari mana barang itu didapatkan dan bagaimana memperbaikinya sampai menjualnya. Tanpa sengaja ada teman yang naksir salah satu barang antiknya dan mau membelinya. Setelah dipikir-pikir bila barang dijual kan bisa membeli lagi dan uangnya bisa membeli barang yang lain. Begitulah satu dua barang dilego dan dibelikan lagi barang lainnya. Lalu Dia mulai berpikir, apa tidak sekalian ditekuni saja menjadi sebuah usaha bisnis?
Setelah itu mulailah alumni S2 MAP (Magister Administration Public) UGM menjalani usahanya. Dia menjalin networking dengan beberapa pengepul barang antic. Diapun tak segan-segan terjun langsung mencari barang. Bukan hanya di wilayah kotanya, tetapi sampai Purwodadi, Magetan dll. Dalam setiap kesempatan dia mencari barang sebagai bahan baku. Cicup mencari bahan baku dari beberapa tempat yang ada barang-barang kuno. “Biasanya bila ada rumah kuno dan yang punya sudah meninggal biasanya anaknya sudah tidak concern mengurusi barang-barang itu maka biasanya dijual saja,” katanya. Ada juga barang tersebut dari para pengepul yang memberi informasi. Atau ada yang datang sendiri ke rumah karena sudah ada yang mulai mengenalnya.
Dia menghire 5 tenaga baik untuk tukang kayu, ukir maupun untuk kebutuhan perbaikan finishing. Sudah sekitar 5 tahun dia menekuni usaha ini. Hasilnya? “Bila dari segi ekonomi tak terlalu menarik. Barang tak terlalu cepat laku. Jadi perputaran uang lambat. Tetapi bila itu merupakan hobi dan kesenangan, kebahagiaannya tak terukur he..he... Selain itu, bisa memberi pekerjaan pada 5 orang itu sudah sesuatu yang membahagiakan..,” jawabnya.
Bermacam furniture sudah dikerjakannya dan bisa dilihat di ruang pamer di rumahnya yang luas dan berarsitektur joglo limasan. Rumahnya pula dijadikan eksperimen penyusunan rumah dari bahan bekas rumah. Hampir semua bahan rumahnya merupakan bekas kayu rumah. “Bahan kayunya merupakan bekas 4 rumah yang digabung-gabung menjadi satu. Dindingnya gabungan dari 4 rumah, tiangnya dari satu rumah. Ada rumah yang bagus diambil dinding dan ada rumah yang masih bagus diambil plafonnya. Namanya saja rumah bekas. Jadi tergantung kondisinya,” Kata Cicup menjelaskan tentang rumahnya..
“Barang-barang tadi dibersihkan dan dilihat mana yang bisa diperbaiki dan mana yang perlu dipoles. Bahan kayu dicarikan dari kayu sejenis. Kalau perlu ditambahi beberapa penguat. Setelah barang ready for use ditaruh di ruang pamer.
Koleksi furniture antic dipajang berderet di rumah dan ruang pamernya, di samping rumah. Ada banyak kere (sekat dinding dari kayu) disusun berdempetan. Ada seperangkat kursi tamu dari kayu dan rotan lengkap dengan mejanya, kursi panjang santai, tempat tidur kuno, peti, lesung, lemari, meja dll. Ada banyak lesung (tempat menumbuk padi tempo dulu). Ada juga kandang burung berukuran besar. “Kalau itu bukan barang antic, tetapi memang dibuat baru,” katanya menjelaskan.
Ada meja kuno bekas tempat pencucian emas. Kayunya sangat tebal dan lebar.. Dia mendapatkannya dari sebuh toko emas. Ada kursi panjang santai tetapi kayunya sangat tebal dan lebar. Semua kayu jati kuno. Ada peti besar dari bahan kayu klas 1. “Kalau barang-barang yang langka seperti ini harganya sudah mahal karena disamping kwalitas kayu, stok barangnya juga langka,” katanya.
Sekarang Cicup sudah bisa menikmati hobinya sekaligus membuka usaha ekonomi. Setelah pulang kerja dia menghabiskan waktunya untuk usaha furniture antic. “Sekali-kali kami juga mengirim barang ke Jakarta, Bandung, Semarang dan Surabaya menggunakan truk,” katanya menutup pembicaraan. Alamat Show Roomnya Jl. Lawu No : 47 Karanganyar, Solo, Jateng. Phone : (0271) 7026827. Sekitar 200 m sebelah Timur rumah dinas Bupati Karanganyar. (Sunaryo Broto)
Gombloh dan Saya
Tiba-tiba saja saya ingin mengenangkannya, sosok tubuh kurus ceking dengan suara lantang dan kadang melengking. Dia sudah lama meninggal sekitar 9 Januari 1988 tetapi kenangan lagu dan sosoknya tetap membekas.
Saya mengenalnya sewaktu masih SMP atau SMA sekitar tahun 70-an. Saat itu kakak saya sering memutar lagu dari kasetnya. Saya ingat yang ada syairnya I Gede Mataram. Gombloh berdendang dan menceritakan seorang polisi jujur yang bernama I Gede Mataram. Dia berbakti pada sapta marga sebagai sosok prajurit utama. Setelah itu saya mulai menyenangi lagu-lagu lainnya Seloroh Pendek (Selopen), sebuah lagu unik dan agak konyol dengan lirik yang sering dikutip karena populernya. ...bila cinta melekat/tahi kucing rasa coklat. Hampir tiap minggu pagi kaset itu diputas keras-keras. Tentunya lagunya menjadi semakin akrab di telinga.
Sewaktu SMA saya sempat diajak menonton konsernya di Gedung Kridosono, Yogyakarta. Saat itu Gombloh sudah mulai dikenal tetapi kebanyakan penggemarnya masih anak muda. Penonton yang juga kebanyakan anak muda penuh di Stadion. Tubuh kurus tinggi melengkung dengan sepatu kets putih dan rambut gondrong. Bajunya putih kembang-kembang dikenakan sekenanya saja. Sebagian giginya ompong, mata cekung dengan sorot tajam dan hidung sangat mancung. Mungkin karena kurusnya. Kalau berdiri terkesan agak membungkuk sambil menenteng gitar. Dia didampingi dua penyanyi latar, Ratih dan Sulih. Kalau sudah melengking suaranya dan menyanyikan sebuah lagu, suaranya wow… Mulailah lagu Gugur-gugur Bunga, …Berhembus angin semilir, menyapaku meraba lalu. Rumput meliar tumbuh di sekitar nisanmu, menaungi tubuhmu. Bunga-bunga melati, berkembang warna putih, seputih warna hatimu… Saya terpana. Penonton terpada dan bertepuk tangan. Dipadu dengan suara harmonica Wisnu Padma. Wah! Meluncurlah lagu-lagu lain yang sudah tak asing di telingaku. Lagu Berita Cuaca dengan liriknya yang khas. Lestari alamku/lestari desaku/dimana Tuhanku/menitipkan aku/nyanyi bocah-bocah di kala purnama/nyanyikan lagu… Kuingin bumiku hijau kembali/
Lagu Hong Wilaheng dari lirik Pangkur 1 & 12, Serat Wedhatama-KGPAA Mangkunegoro IV. Mingkar-mingkuring angkoro/ Akarono karnan mardi siwi/ Sinawung resmining kidung/ Sinubo sinukarto/ Aduh Gusti/ pakertining ngelmu/ ingkang tumrap ning ngalam dunyo/ Agomo ageming aji/ Sopo entuk wahyuning Allah/ Gyo dumilah mangulah ngelmu bangkit/ Bangkit mikat reh mangukut/ Kukutaning jiwanggo./ Yen mangkono keno sinebut wong sepuh/ liring sepuh sepi howo, awas roroning atunggil/ Hong wilaheng sekareng bhawono langgeng... Sekar mayang.../ Hong wilaheng sekareng bhawono langgeng... Sekar kajang.../ Hong wilaheng sekareng bhawono
Selopen, Selamat Pagi Kotaku, Kebyar-kebyar dll. Sepenggal lirik Kebyar-Kebyar. ...biarpun bumi bergoncang/ kau tetap Indonesiaku/ andaikan matahari terbit dari barat/ kaupun tetap Indonesiaku/ tak sebilah pedang yang tajam/ dapat palingkan daku darimu
Lagu Denok-denok debleng yang lucu membuatku tersenyum. Judul lagunya local banget. Bagi yang tak seberapa paham bahasa Jawa akan mengernyitkan dahinya, apa artinya.
Saya mulai berusaha mengenalnya baik melalui media cetak ataupun dari berbagai kaset. Gombloh lahir di Jombang, 14 Juli 1948 dengan nama asli Soedjarwoto Soemarsono sebagai anak ke-4 dari enam bersaudara dalam keluarga Slamet dan Tatoekah. Bapaknya seorang penjual ayam potong di pasar tradisional. Sebagai keluarga sederhana, Slamet sangat berharap agar anak-anaknya dapat bersekolah setinggi mungkin hingga memiliki kehidupan yang lebih baik. Gombloh memang pernah sebagai mahasiswa Arsitektur ITS tetapi tidak tamat. Kabarnya ada salah satu kakaknya yang lulusan Fak. Farmasi. Dia pernah mendirikan kelompok musik Lemons Trees tahun 1969 bersama Leo Cristy, sesama mahasiswa ITS. Keduanya juga berkibar sebagai penyanyi lagu-lagu balada. Gombloh dikenal dengan kehidupan malam dan nyentriknya. Kabarnya, honor sukses kasetnya yang pertama dibelikan BH dan dibagikan pada teman-temannya di kompleks WTS di Surabaya.
Selang berjalannya waktu, saya bisa menikmati lagu-lagunya yang lain dalam beberapa kasetnya yang tentu saja tak mudah mencarinya. Saya koleksi beberapa albumnya. Nadia dan Atmosphere (1978) dengan cover lukisan surealis. Mawar Desa (1978), Kebyar Kebyar (1979), Pesan Buat Negeriku (1980), Berita Cuaca (1982), Kami Anak Negeri Ini (1983). Berita cuaca covernya foto diri dengan mata cekungnya. Ada juga cover dengan gambar patung Gombloh. Ada lagu Kebayan-kebayan, Sasanti Antropologi, Mulyati-Mulyati, Dewa Ruci, Ujung Kulon-Baluran, Ranu Pane, Nyanyi anak seorang pencuri, 3600 detik dll. Liriknya unik, sederhana, merakyat dan melodinya enak. Banyak lagu mulai masuk kenanganku, Selamat Pagi Kotaku, Esokmu mungkin bukan esok dia, Do’a seorang pelacur, Balada Sumirah dll. Aku dilahirkan oleh seorang wanita yang bernama Sumirah... Lirik ini persis seperti yang kualami he..he..
Simak syair lagu Selamat Pagi Kotaku yang sarat kritik sosial. Aku dilahirkan di kota/ Di bangsal rumah sakit tua/ Rumahku sebaya umur kakekku/ Berdinidng batu separo bambu/ Dan aku coba mengerti/ Walau aku sering memaki/ Tingkah-tingkah kotaku yang panas/ Berbaur debu dan keringat di badanku/ Orang bilang kotaku kejam/ Tak beda usia tak beda warna/ Bagai tangan hitam cengkeram/ Tubuh-tubuh tergolek di sana/ Dulu aku tak peduli/ Walau aku sering kerutkan dahi/ Detak jantung berpadu dengan nafsu/ Sering terlihat nyata di depanku... Lagu bernada kritik sosial masih banyak. Simak lagu dengan judul unik, 3600 detik yang memang lirik dimulai pukul 02.00 dan berakhir pukul 03.00. Malam tunjuk pukul dua/emper toko kaki lima/...malam tunjuk pukul tiga.
Sampai akhirnya ada lagunya yang meledak yaitu Kugadaikan Cintaku. Dia menjadi sering tampil di TV dengan ditambah penari latar model, Titi Qadarsih. Penampilan Gombloh ditambah dengan topi dan kaca mata hitam dan rambut tetap dikuncir. Saya rasa lagu itu agak sedikit ngepop dibanding lagunya yang dulu. Setelah itu kasetnya banyak ditemukan di toko-toko kaset dan masuk dalam kumpulan lagu-lagu ngepop. Lagunya yang berjudul Kebyar-kebyar menjadi lagu yang bersifat nasionalistik dan sering dinyanyikan beberapa penyanyi tiap sekitar tanggal 17 Agustus dan rasanya sudah menjadi lagu abadi. Begitu juga dengan lagu Berita Cuaca, sudah menjadi lagu simbolisnya lingkungan hidup. Dia juga mengarang lagu untuk pemyanyi lain, Vicky Vendi dengan portur tegap dan berambut gondrong. Lagu cintanya Untukmu Kekasih sempat menjadi hits. Syairnya sebagian yang masih tersisa di kepala, walau engkau ingkari, janji yang kau ikrarkan tapi kutetap mencintai kamu…
Kabarnya dia sempat beristri dan mempunyai anak. Sampai terdengar kabar, Gombloh meninggal karena sakit. Melihat tubuhnya yang ceking dan gaya hidup senimannya yang tidak teratur, rasanya logis bila dia sudah menanam beberapa macam penyakit dalam tubuhnya. Sampai sekarang saya belum menemukan penyanyi lain yang seperti dia. Hidupnya sederhana, musiknya sederhana dan syair lagunya mengena. Kabarnya sering dia mengarang lagu secara spontan di studio.
Selang berjalannya waktu, saya juga mulai bekerja di tempat lain. Kaset yang dulu saya miliki tetap saya bawa sampai Bontang. Suatu saat saya ingin menyetel lagi kaset-kaset tersebut tetapi alamak, ternyata udara Bontang yang lembab ikut menyuburkan jamur-jamur yang menggerogoti pita kasetnya. Kaset tersebut perlu penanganan khusus untuk didengarkan lagi. Alhasil, saya perlu menunda dulu kerinduan mendengarkan kasetnya Gombloh, karena dalam bentuk MP3 juga belum saya jumpai terutama untuk album sebelum Kugadaikan Cintaku. Saya sudah nyari ke beberapa tempat tetapi belum dapat. (Bontang, 18 Desember 2005, Sunaryo Broto)
Jumat, 21 Desember 2007
Harmoni Lingkungan Hidup, Sebagai Tindakan Pribadi
Ada cerita dari Prancis. Orang Prancis menggunakan teka-teki untuk mengajarkan pada anak-anak sekolah tentang sifat pertumbuhan yang berlipat ganda. Sebuah kolam teratai –begitu teka-teki itu- berisi selembar daun. Tiap hari daun itu berlipat dua, dua lembar daun pada hari kedua, empat lembar daun pada hari ketiga, delapan lembar daun pada hari keempat, demikian seterusnya. “Kalau kolam itu penuh pada hari ketiga puluh”, begitu ditanyakan, kapankah kolam itu berisi separohnya?” Jawabannya : “Pada hari kedua puluh sembilan”. Hari itulah yang dimaksud Lester R Brown dalam bukunya Hari Kedua Puluh Sembilan, Erlangga-Jakarta, 1982 (Judul Asli : The Twenty Ninty Day, New York-1978). Itulah cara Brown menyatakan keprihatinannya pada lingkungan hidup. Brown mengkawatirkan nasib kolam teratai sejagad alias bumi ini seperti nasib kolam teratai yang nyaris rusak dan waktu yang tersedia tinggal sedikit. Nasib “kolam teratai” itu kini mungkin sudah penuh seluruhnya sementara waktu penyelamatan tinggal sehari.
Keprihatinan terhadap lingkungan hidup telah tumbuh sejak lama. Entah pada masa apa mulai tumbuh kesadaran terhadap lingkungan. Tahun 1869, seorang biologiwan dari Jerman, Ernst Haeckel memakai kata ecology untuk ilmu mengenai keseluruhan hubungan berbagai organisme dengan lingkungan. Tahun 1962, ekologiwan Amerika Rachel Carson menulis buku yang berjudul Silent Spring. Buku tersebut menggambarkan terjadinya kerusakan lingkungan akibat adanya penggunakan pestisida yang berlebihan sehingga pada suatu pagi di musim bunga tidak terdengar satu nyanyian burungpun. Mereka pada mati karena menghirup pestisida yang menempel pada putik bunga, buah dan daun dan tidak bisa bernyanyi lagi.
Bukan itu saja. Telah banyak pelbagai pihak menyuarakan kepedulian lingkungan. Sejak Konperensi Rio de Janeiro tahun 1992 yang begitu fenomenal dengan paradigma baru pembangunan yang berwawasan lingkungan sampai Earth Summit Sidang khusus Majelis Umum PBB di New York Tahun 1997 yang merekomendasikan agar para pemimpin dunia melahirkan langkah-langkah konkret menyelamatkan lingkungan. Permunculan LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat) tingkat dunia yang bergiat pada upaya penyelamatan lingkungan juga merebak. Apa yang telah dilakukan LSM internasional, Green Peace yang begitu giat menyuarakan dan menindaklanjuti isyu-isyu lingkungan dapat dikemukakan bahwa kepedulian lingkungan telah disuarakan.
Untuk LSM Indonesia bisa dijadikan contoh adalah Walhi (Wahana Lingkungan Hidup Indonesia) dengan sikap kritisnya terhadap isyu lingkungan tanah air. Pemerintah sejak lama telah membentuk Menteri Negara Lingkungan Hidup dan lembaga Bapedal (Badan Pengendali Dampak Lingkungan) sebagai penjaga lingkungan. Pemerintah bersama DPR juga telah menyempurnakan Undang-Undang No. 4 Tahun 1982 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup menjadi Undang-Undang No. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Para senimanpun tak mau kalah. Banyak lagu bertema lingkungan bermunculan. Almarhum Soejarwoto atau yang lebih dikenal dengan nama Gombloh telah menulis lagu Berita Cuaca pada akhir tahun 1970-an. Iwan Fals menyanyikan lagu Tak Biru Lagi Lautku sekitar tahun 1980-an. Delly Rolies merintih dengan lagu Kemaraunya yang menyorot kemarau panjang tahun 1980-an. Belakangan Ully Sigar Rosyadi dengan lagu-lagu baladanya yang banyak berthema lingkungan. Masih kurang apa lagi ? Sekian konsep dan paper-paper dari para pakar dan sekian program dari para aktivis lingkungan. Sekian peraturan dari pemerintah dan sekian angkatan pelatihan AMDAL (Analisis Mengenai Dampak Lingkungan) telah diluluskan.
Apa persoalan lingkungan telah selesai ? Apa keprihatinan para ilmuwan terhadap lingkungan terobati ? Apa keprihatinan para aktivis lingkungan dan para seniman terjawab ? Apa keinginan para pakar lingkungan dan pemerintah sudah terjawab ? Apa tak ada lagi kegiatan yang mengancam lingkungan ? Rasanya jawabnya tetap, tidak. Persoalan lingkungan hidup tak akan pernah selesai selama manusia masih memerlukan makanan. Meminjam perkataan keras Garret Hardin (Penyelesaian Sengketa Lingkungan, Suparto Wijoyo, 1999) : “Hanya ada sebuah pencemar yang berbahaya…Manusia”
Memang, semua berawal dari manusia. Hubungan antara manusia, lingkungan dan SDA (Sumber Daya Alam) bisa digambarkan pada sebuah segitiga dengan tiga sudut masing-masing mewakili Manusia/Kependudukan, Lingkungan dan SDA maka bila salah satu titik sudut bergerak akan mempengaruhi kedua sudut lainnya. Bila pada titik Kependudukan bergerak yang berarti kebutuhan manusia tetap harus dipenuhi maka akan mempengaruhi sudut pada titik SDA dan Lingkungan. Dengan begitu apakah kita tidak akan menggerakkan salah titik sudut supaya lingkungan lestari ? Jawabnya tetap saja, tidak. Ketiga titik sudut boleh bergerak leluasa hanya dengan syarat adanya harmonisasi pada segitiga tersebut.
Kata kuncinya : Harmonisasi. Sebuah kata sederhana yang mudah diucapkan tetapi sulit melaksanakan. Kebutuhan manusia tetap saja harus dipenuhi dengan memanfaatkan sumber daya alam dengan tanpa merusak lingkungan.
Era Milenium, Era Global dan Industrialisasi
Era milenium adalah era pergantian abad dari abad ke XX menuju ke abad XXI. Sebenarnya bukan masalah pada pergantian abad yang menjadi penting tetapi karena era sekarang adalah era yang dimaknai dengan lajunya pelbagai disiplin ilmu dengan pelaku utama : manusia. Manusia begitu pintarnya menciptakan berbagai terobosan teknologi untuk mencukupi dahaga kebutuhannya.
Terobosan-terobosan teknologi terutama pada teknologi informasi dilakukan sehingga sepertinya dunia menjadi tak berjarak.
Jarak antar propinsi, bahkan antar negara menjadi begitu kecil dengan ditemukannya teknologi internet. Antara satu tempat dengan tempat lainnya sepertinya dihubungkan dengan suatu simpul yang saling berhubungan. Satu titik dengan titik lainnya pada bola bumi menjadi satu rangkaian jaringan sehingga seolah-olah ada benang-benang yang saling merajut antar titik di bumi ini. Di satu tempat, di Bontang misalnya diketik satu alamat situs di Amerika pada komputer, begitu di klik maka dalam hitungan detik saat itu juga terhampar informasi tanpa batas dari sebuah situs di Amerika. Mengirimkan informasi juga begitu mudah dan cepatnya dari satu tempat ke tempat lain yang jaraknya jauh bila sudah terjalin jalur komunikasi. Inilah yang disebut dengan era globalisasi.
Penemuan banyak teknologi silih berganti untuk satu muara : Mencukupi kebutuhan manusia. Kebutuhan manusia begitu banyak dan begitu cepat maka harus diciptakan suatu sistem yang dapat memproduksi suatu barang dengan cepat dan efisien. Sistem ini yang disebut sekarang dengan sistem industrialisasi. Semua barang kebutuhan manusia dibuat dengan produksi massal dan pertimbangan skala ekonomi.
Industrialisasi memperlukan banyak SDA. Dengan adanya produksi massal maka penggunaan SDA juga berlangsung dengan kecepatan tinggi. Bila SDA tersebut dapat diperbarui (renewable) mungkin tidak seberapa menjadi masalah tetapi bila SDAnya sifatnya tidak dapat diperbarui (non renewable) seperti minyak, gas, batubara maka SDA tersebut akan semakin berkurang. Hal tersebut semua merupakan ancaman pada lingkungan hidup
Persoalan Lingkungan Hidup
Banyak sekali persoalan lingkungan hidup yang mengemuka baik untuk dunia maupun Indonesia. Beberapa persoalan lingkungan hidup dunia yang sempat menjadi kasus lingkungan adalah kasus Trail Smelter tentang pencemaran udara di Kanada tahun 1925, kasus Torrey Canyon tentang bocornya kapal tangker Torrey Canyon di pantai Inggris tahun 1967, kasus Showa Maru yaitu kandasnya kapal tangker di Selat Malaka dan Singapura tahun 1975, kasus Cosmos 954 tentang jatuhnya satelit nuklir milik Uni Sovyet tahun 1978, kasus Patmost tentang pencemaran minyak di laut tahun 1985 dll. Kasus pencemaran lingkungan yang terkenal adalah peristiwa pencemaran di Teluk Minamata, Jepang,
Di Indonesia sendiri terlalu banyak persoalan lingkungan yang tak tertangani. Dari tujuh kasus lingkungan (pencemaran-perusakan) yang utama di Indonesia kasus pencemaran sungai dan pencemaran udara menduduki ranking 1 dan 2. Pencemaran lain berturut-turut pencemaran air tanah, perusakan bentang alam, pencemaran air laut, pencemaran tanah dan kebisingan. Sedang 5 sektor industri pencemar dan perusak lingkungan berturut-turut adalah Usaha Galian Golongan C, Industri Bahan Kimia, Industri Pulp dan Kertas, Industri Tepung Tapioka dan Industri Tekstil. Tahun 1996 tercatat 205 kasus lingkungan. Tahun 1997 diketemukan 249 kasus lingkungan yang penyebarannya paling banyak di Jawa dan Sumatera belum termasuk kasus pembakaran hutan di daerah Sumatera dan Kalimantan (Penyelesaian Kasus Lingkungan, Suparto Wijoyo, 1999)
Akibat dari persoalan lingkungan hidup tersebut telah sampai pada akibat sosial yang melanda masyarakat. Sebagai contoh masyarakat Porsea, Sumut telah memprotes kerusakan lingkungan yang diakibatkan oleh PT Inti Indorayon Utama. Bukan pihak industri saja yang telah melakukan pencemaran lingkungan, masyarakatpun bila belum adanya kesadaran akan arti lingkungan hidup dapat saja merusak lingkungan hidup dengan alasan ekonomi. Era reformasi yang saat ini bergulir tetap saja melahirkan 2 sisi. Pada sisi negatifnya adalah kesadaran baru masyarakat yang menyesatkan sehingga seolah-olah hutan yang nota bene milik negara menjadi tempat jarahan. Hal ini terjadi di hampir semua daerah konservasi dan hutan lindung. Sebagai contoh seperti ditulis Harian Kompas, 13 Oktober 2000, betapa ganasnya perambahan hutan di TNK (Taman Nasional Kutai). Digambarkan, kondisinya benar-benar menghadapi kehancuran yang sebenarnya. Kepala TNK, Tonny Suhartono menggambarkan bagaimana ganasnya perambahan, pembabatan, pengaplingan lahan TNK terutama 65 km sepanjang jalan Bontang-Sangatta, berdasarkan citra satelit terakhir kerusakaannya sudah mencapai 26.000 hektar. Dan hampir seluruhnya dikuasai masyarakat. Menurut catatan Kompas, pada awal tahun 2000 kerusakannya mencapai 13.862 hektar dan enam bulan kemudian sudah 16.000 hektar.
Melihat begitu banyak persoalan lingkungan di Indonesia menjadikan terlalu banyak untuk disebutkan satu persatu. Pada intinya akar persoalannya ada dua hal yang bisa digarisbawahi yaitu kebutuhan manusia dan eksploitasi SDA. Kebutuhan manusia bagaimanapun juga harus dipenuhi hanya masalahnya kebutuhan itu berlebihan atau tidak. Memang relatif karena tolok ukur berlebihan itu belum ada.
SDA selama itu memungkinkan dieksplorasi sebegitu rupa sehingga terkesan tak memperhatikan kebutuhan anak cucu besok. Persoalan ini pernah menjadi perdebatan ramai sewaktu kontroversi tambang tembaga PT FI (Freeport Indonesia) di Irian muncul di media massa. Perdebatan ramainya apakah PT FI diberi konsensi pertambangan terus dengan konsekwensi kita dapat devisa tetapi sumber tembaga menipis atau kita tak dapat devisa sekarang tetapi sumber tersebut dapat untuk cadangan besok. Masalahnya kita masih memerlukan banyak devisa untuk mencukupi biaya pembangunan. Hal yang sama juga dapat ditanyakan pada gas bumi, apakah gas bumi akan dieksplorasi sedemikian banyak dengan konsekwensi kita dapat devisa besar dan menyelamatkan perekonomian negara (Seperti diungkap Staf Ahli Menteri Negara Energi Sumber Daya Mineral, Iin Arifin Takhyan di Harian Republika, 25 September 2000 bahwa ekspor LNG sebagai penyelamat pemasukan negara yang bersama minyak mentah menyumbang negara Rp 75 triliun) tetapi sumbernya akan makin berkurang atau kita batasi saja secukupnya dengan membangun industri hilirnya seperti industri pupuk, melamin atau methanol yang mempunyai nilai tambah (added value) lebih besar. Sayang sekali bila gas bumi hanya dijual sebagai LNG (Liquid Natural Gas). Kita sepertinya hanya menjual bahan baku saja seperti kayu glondongan sedangkan bila diproses lebih lanjut akan menghasilkan nilai dan devisa yang berlipat. (Sebagai perbandingan tingkat konsumsi gas bumi tahun 2000, hasil study Litbang PT Pupuk Kaltim, konsumsi gas bumi PT LNG Badak dengan 8 train sekitar 1.118.304 MMSCFY sedangkan konsumsi PT Pupuk Kaltim dengan 4 pabrik urea dan 3 pabrik amoniak sebesar sekitar 130.789 MMSCFY).
Persoalan SDA juga bisa dikatakan relatif tergantung prioritas pembangunan tetapi bagi penulis eksploitasi SDA menjadi persoalan karena bila SDA dieksplorasi besar-besaran, cadangannya akan semakin menipis dan ini dapat menjadi persoalan serius lingkungan hidup di masa yang akan datang
Tindakan Nyata
Akhir-akhir ini dalam perdagangan internasional terjadi perubahan selera konsumen yang menuntut pengembangan green product, green process dan green technology. Bahkan perusahaan-perusahaan di Amerika Utara, Eropa dan Jepang serta negara-negara industri baru telah menerapkan perlindungan lingkungan secara ketat. Kondisi ini menuntut adanya manajemen lingkungan yang lebih proaktif. Munculnya tuntutan ini bukan saja berasal dari stake holder, namun juga adanya faktor lain seperti regulatory demand, cost factors dan competitive requirement. Strategi manajemen lingkungan yang proaktif pada dasarnya merupakan prinsip manajemen terutama pengurangan segala sesuatu yang tidak berguna (waste), efisiensi biaya produksi serta respon terhadap permintaan konsumen dan share holder. Perusahaan-perusahaan yang ingin mengacu pada revolusi industri baru diharapkan mampu mengembangkan sistem manajemen lingkungan yang proaktif dengan menetapkan tujuan dan pengukuran kinerja yang mengutamakan perbaikan lingkungan secara kontinyu. Unsur utamanya adalah pollution prevention, product stewardship dan environmental stewardship. Pollution prevention biasanya dilakukan tahapan pengawasan polusi. Product stewardship sebagai aktivitas yang mengurangi resiko lingkungan yang ditimbulkan oleh process design, manufakturing, distribusi dan pemakaian product. Environmental stewardship fokusnya perhatian terhadap lingkungan menjadi sumber kekuatan dalam lingkungan bisnis (Budhi Cahyono, Usahawan, September 2000). Keberhasilan sistem manajemen tersebut tak terlepas dari keberadaan teknologi. Hal ini hanya salah satu solusi untuk mengatasi persoalan lingkungan melalui penerapan sistem manajemen.
Terlalu luas sebenarnya persoalan yang harus dibenahi. Terlalu kompleks untuk dituliskan hanya pada paper ini. Untuk sederhananya dapat saja dikatakan bahwa untuk kelestarian lingkungan hidup khususnya di Indonesia adalah dilaksanakan saja semua aturan normatif yang telah ada antara lain UULH (UU No : 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup).
Pemerintah baik pemerintah pusat maupun daerah sebagai penjaga regulasi melakukan fungsi mengatur, mengembangkan, menetapkan kebijakan nasional dan lain-lain seperti dicantumkan pada Bab IV (Wewenang Pengelolaan Lingkungan Hidup) Pasal 8-13 UULH. Peran serta masyarakat juga diberi kesempatan untuk melakukan kontrol dan berperan dalam pengelolaan lingkungan hidup (Pasal 7 UULH). Industri yang mewakili setiap usaha/kegiatan juga harus menjaga keseimbangannya dengan lingkungan dengan mematuhi UULH khususnya Bab V dan Bab VI.
Memang hal tersebut sepertinya hanya menyederhanakan persoalan bahwa bila semua mengikuti aturan yang ada akan lancar tetapi realitas mengatakan begitu parahnya persoalan lingkungan hidup di Indonesia bahkan juga di dunia. Persoalannya begitu komplek dan telah berjalan lama. Seperti sebuah lingkaran setan yang saling kait mengkait.
Mana yang harus dibenahi terlebih dahulu ? Seorang staf pengajar Lembaga Manajemen PPM-Jakarta, Ir. Endah M Hamdani MM dalam suatu kesempatan mengajar Minaut Indonesia mengatakan bahwa untuk menyelesaikan persoalan seperti lingkaran setan adalah dengan memutus salah satu bagiannya dan menyelesaikan berdasar kemampuan dan wewenangnya.
Apa yang dapat dilakukan ? Untuk mengatasi tanggung jawab pemerintah dan industri jelas di luar wewenang penulis selaku pribadi. Sebagai bahan masukan ke industri tempat penulis bekerja bisa saja dilakukan. Misalnya dengan melakukan sertifikasi ISO 14.000 atau bila akan melakukan penambahan usaha industri harus mematuhi PP (Peraturan Pemerintah) No : 27 Tahun 1999 tentang Analisis Mengenahi Dampak Lingkungan Hidup. Kebetulan hal tersebut juga telah dilakukan industri tempat penulis bekerja dan sepertinya hal yang normatif dan bukan tindakan nyata tanggung jawab penulis. Yang dapat dilakukan penulis adalah tindakan pada taraf pribadi. Hal ini memungkinkan karena diatur dalam UULH Pasal 5 dan Pasal 6 pada Bab III tentang hak, kewajiban dan peran masyarakat . Pasal 5 mengatakan :
1. Setiap orang mempunyai hak yang sama atas lingkungan hidup yang baik dan sehat.
2. Setiap orang mempunyai hak atas informasi lingkungan hidup yang berkaitan dengan peran dalam pengelolaan lingkungan hidup
3. Setiap orang mempunyai hak untuk berperan dalam rangka pengelolaan lingkungan hidup sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Sedang Pasal 6 adalah :
1. Setiap orang berkewajiban memelihara kelestarian fungsi lingkungan hidup serta mencegah dan menanggulangi pencemaran dan perusakan lingkungan hidup.
2. Setiap orang yang melakukan usaha dan/atau kegiatan berkewajiban memberikan informasi yang benar dan akurat mengenai pengelolaan lingkungan hidup.
Memang solusi ini bersifat sangat jangka panjang dan kurang cepat pengaruhnya tetapi merupakan hal yang paling mungkin yang dapat dilakukan selaku pribadi. Sebagai pribadi, penulis menerapkan semacam program hijau pada pribadi/keluarga antara lain :
1. Melindungi dan membina lingkungan hidup dalam batas dan kewenangannya
2. Melakukan perbaikan lingkungan hidup dalam batas dan wewenangnya.
3. Menghindari pemborosan segala sesuatu
4. Menciptakan kultur pribadi/keluarga dan menyiapkan generasi mendatang yang mencintai lingkungan.
Itulah tindakan nyata yang dapat penulis lakukan untuk kelestarian dan harmoninya lingkungan hidup. Program ini bisa diperpanjang tergantung program pribadi seseorang dan yang utama adalah komitmen untuk menjaga lingkungan supaya lestari. Diharapkan dari kumpulan pribadi yang peduli lingkungan akan lahir masyarakat yang peduli lingkungan juga.
Penutup
Sebagai penutup penulis ingin mengutip pendapat dari seorang Guru Besar Biologi Universitas Padjajaran yang sangat peduli pada lingkungan hidup, Prof. Dr. Otto Soemarwoto. Beliau mengatakan hanya pada lingkungan yang bersih manusia dapat berkembang secara optimal dan hanya dengan manusia yang baik, lingkungan dapat berkembang secara optimal.
Bila kita melakukan hal-hal yang dapat dilakukan dengan menjadikan manusia yang baik pada lingkungan akan dapat menciptakan lingkungan yang bersih. Dengan lingkungan yang bersih semoga manusia –anak cucu kita besok- dapat berkembang secara optimal. Akhirnya persoalan lingkungan memang tidak mudah untuk dibenahi begitu saja. Memerlukan kajian yang sangat panjang dari para pakarnya tetapi sebagai pribadi yang dapat dilakukan adalah menjadi manusia yang baik pada lingkungan. (Sunaryo Broto)
Mau Dibawa Kemana TNK ?
Mau Dibawa Kemana TNK ?
Oleh : Sunaryo Broto *)
Propinsi Kaltim (Kalimantan Timur) adalah satu propinsi pemilik hutan terbesar di Indonesia atau sekitar 11 % dari total wilayah hutan di Indonesia. Sebagian besar wilayah Kaltim merupakan hutan tropis basah yang meliputi areal seluas 17.291.440 ha (hektar) atau 81,78 % dari total luas hutan daerah ini. Pembagian wilayah hutan sesuai pemanfaatannya sampai tahun 1990 adalah hutan produksi tetap seluas 5.497.280 ha, hutan produksi terbatas seluas 4.997.280 ha, hutan lindung seluas 3.472.290 ha, hutan suaka alam/wisata seluas 2.030.200, hutan produksi yang dapat dikonversi seluas 1.276.830 ha dan hutan pendidikan & penelitian seluas 17.560 ha. Hutan produksi paling besar persentasenya dari seluruh jenis hutan yang terdapat di daerah ini yaitu sekitar 26 %. Hasil utamanya berupa kayu yang mempunyai nilai ekonomi tinggi seperti jenis meranti, kapur, keruing, bangkirai, nyatoh, agathis, bakau, perupuk dll. Hasil hutan ikutan yang penting lainnya adalah rotan, sarang burung, kayu gaharu, tengkawang, madu dllnya. TNK (Taman Nasional Kutai) adalah salah satu hutan lindung yang ada di Kaltim tepatnya di Kabupaten Kutai (dulu) yang luasnya mencapai 200.000 hektar. Mungkin data-data di atas, luasnya sudah berkurang karena aktivitas manusia.
Akhir-akhir ini kondisi TNK menjadi babak belur dihajar perambah hutan. Seperti dilaporkan Harian Kompas, 12 Oktober 2000, kondisinya kini benar-benar menghadapi kehancuran yang sebenarnya. Buldoser dan raungan mesin chainsaw seperti berlomba menebangi pohon-pohon dan menghempaskan ketenangan kawasan itu. Hutan seperti diobok-obok. Dalam sehari buldoser itu mampu mengangkut sekitar 50 batang kayu ulin dari lokasi penebangan ke lokasi penumpukan. Dapat dibayangkan bila dalam waktu satu bulan sudah berapa ratus ulin dan pohon langka lainnya bertumbangan. Pihak TNK juga sudah berteriak-teriak, “Kami sudah melaporkan ini kepada pihak perusahaan dan instansi terkait tetapi sampai sekarang belum ada tanggapan. Kami juga kesulitan menghentikannya karena mereka beralasan di lapangan tidak ada batas yang jelas. Padahal hasil pengukuran kami sudah jelas masuk kawasan TNK”. Kegiatan penebangan kayu ilegal tersebut berlangsung di TNK Sebulu-Menamang yang dilakukan PT Dua Putra Nan Jaya –perusahaan kontraktor logging dari 2 HPH (hak pengusahaan hutan) di daerah tersebut.
Aksi lain penebangan dan pengangkutan kayu terjadi di sepanjang jalan Bontang-Sangatta. Penggambaran Harian Kompas, seperti menyaksikan tontonan proses hancurnya kawasan hutan yang mewakili kelestarian hutan hujan tropis dataran rendah Kalimantan Timur. Benar-benar menyedihkan. Para perambah begitu leluasa membuka lahan, berkebun bahkan berusaha sebanyak-banyaknya mengkapling lahan dan diperjualbelikan.”Berdasarkan citra satelit terakhir kerusakannya sudah mencapai 26.000 hektar dan hampir seluruhnya dikuasai masyarakat”, ungkap Kepala TNK, Dr. Ir. Tonny R Suhartono MSc. Jauh lebih besar dari usulan Pelaksana Harian Bupati Kutai Timur, Awang Faroek Ishak yang mengusulkan pelepasan kawasan TNK seluas 15.000 hektar kepada Menteri Kehutanan. Sampai saat ini usulan tersebut belum disetujui padahal sudah mengumumkan dan memicu aksi perambahan hutan.
Dr. Tonny R Suhartono MSc. nampaknya sudah pasrah dan mengibaratkan kawasan hutan ini seperti kapal pecah. “Kami rasanya sudah putus asa menghadapi persoalan ini. Sekarang tinggal kemauan semua pihak untuk menyelesaikan masalah ini. Jika ingin tetap mempertahankan keutuhan TNK maka harus ada kerja sama yang kuat untuk menghentikan kegiatan para perambah. Jika tidak, Pemda Kaltim mengevaluasi keberadaan TNK”, ujarnya pasrah. (Kompas, 24 Februari 2000)
Nampaknya bukan itu saja yang terjadi pada masyarakat, hampir semua masyarakat yang dekat dengan Taman Nasional ataupun hutan milik Perhutani melakukan penjarahan. Baik itu di Taman Nasional Tanjung Putin-Pangkalan Bun, di Sumatra, di Kalimantan dllnya. Pencurian kayu di P. Jawa, yang dikelola Perum Perhutani mencapai 1,3 juta pohon dan negara dirugikan hingga Rp 273 milyar. Bahkan beberapa oknum karyawannya malah bermain dalam pencurian kayu. “Perum Perhutani sendiri telah menindak 191 karyawannya dengan berbagai sanksi”, kata Dirut Perum Perhutani, Abas TS (Republika, 24 Oktober 2000)
Fungsi Hutan Tropika
Hutan tropika basah Indonesia merupakan sumber daya alam dan lingkungan hidup yang mempunyai peranan penting dan strategis bagi bangsa Indonesia, baik sebagai sumber bahan baku untuk berbagai kepentingan pembangunan, perlindungan ekosistem dan plasma nufkah, sebagai penghasil devisa negara yang potensial maupun sebagai persediaan ruang dan perlindungan bagi kelangsungan pembangunan (Anon, 1988).
Hutan tropika merupakan sumber dari : Konservasi tanah, iklim dan tata air (fungsi hutan lindung); Keindahan dan kekayaan alam serta kehidupan margasatwa (fungsi pengawetan dan perlindungan alam/suaka alam); Kekayaan alam yang secara langsung nilai ekonomis (fungsi hutan produksi)
Hutan alam tropika di Indonesia telah mengalami perubahan oleh upaya manusia dalam mencukupi kebutuhannya. Karena perubahan tersebut akan menimbulkan dampak baik langsung maupun tak langsung yang menimpa hutan. Ada beberapa dampak terhadap pengusahaan hutan, diantaranya : Dampak terhadap iklim mikro (ekoklimat), tanah, hidrologi dan kualitas air, potensi hutan, aspek genetis, satwa liar dan konflik sosial.
Dengan banyak fungsi tersebut di atas, hutan adalah asset yang sangat besar untuk kepentingan masyarakat. Terlebih dengan adanya UU No 22 dan No 25 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah maka hutan menjadi asset yang strategis untuk pengembangan daerah di masa yang akan datang.
Siapa yang Harus Menjaga TNK ?
Dengan banyak fungsi di atas, hutan pada umumnya dan TNK pada khususnya harus tetap dijaga keberadaanya. Perambahan hutan dan sudah melanda kawasan hutan lindung sangat memprihatinkan. Hal ini bila tidak dicegah maka fungsi hutan akan terganggu dan yang rugi adalah masyarakat itu sendiri. Untuk mempertahankan keberadaan hutan/TNK, siapa yang harus menjaga ? Tentunya, para stake holder hutan/TNK itu sendiri diantaranya TNK, Lembaga ekskutif, legislatis & yudikatif daerah, masyarakat dan Industri di sekitarnya.
TNK memang sudah berupaya keras menjaga dengan keterbatasan tenaga dan dana, kalau masyarakat tidak ikut membantu juga kewalahan. Lembaga ekskutif, legislatif dan yudikatif daerah harus juga menjaga dengan menetapkan regulasi dan menindak pelanggar regulasi tersebut. Yang paling utama adalah aspek kemauan bersama dan aspek komitmen moral serta penegakan hukum dari pihak terkait yang menangani bidang tersebut, meminjam perkataan anggota Komisi D (Pembangunan) DPRD Kaltim, HM Ridwan Suwidi. (Manuntung Kaltim Post, 23 Oktober 2000). Bila tidak akibatnya akan semakin parah. Seperti dikawatirkan Wartawan Kaltim Post, Sofyan Masykur, kalau semua produk aturan, wibawa kekuasaan, institusi kelembagaan tidak diindahkan serta kontrol dan supremasi hukum sudah semakin melemah dan kalau semua kehilangan arah maka tunggu saja wajah hutan di Kaltim akan semakin sakit dan sukar disembuhkan (Kaltim Post, 22 Oktober 2000).
Yang utama adalah penyadaran masyarakat karena masyarakat merupakan pihak yang paling berkepentingan dengan adanya hutan tersebut. Baik masyarakat perambah langsung maupun para cukong-cukong di baliknya. Tetapi mencermati keadaan sekarang yang baru euforia reformasi nampaknya perkembangan masyarakat malah membuat kecenderungan yang kontra produktif. Mereka seenaknya saja membabati hutan tanpa mempedulikan hukum yang berlaku dengan mengatasnamakan reformasi dan kebutuhan ekonomi dan psikologi. Kalau banyak masyarakat masih belum sadar akan fungsi hutan memang diperlukan beberapa langkah sosialisasi masyarakat tentang keberadaan TNK. Bisa juga dengan melalui LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat) yang peduli pada lingkungan (Walhi, Bikal, Plasma, NRM ?) untuk mengadakan sosialisasi dan program peduli lingkungan pada masyarakat. Apa yang telah dilakukan oleh LSM Bikal dll. bisa dilanjutkan. Hal ini sejalan dengan UULH (Undang-Undang No : 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup) Bab III tentang Hak, Kewajiban dan Peran Masyarakat, masyarakat mempunyai kesempatan yang sama dan seluas-luasnya untuk berperan dalam pengelolaan lingkungan hidup. Bisa juga kerja sama dengan media masa untuk memberikan sesuatu yang kondusif bagi keberadaan TNK.
Tetapi nampaknya belum banyak LSM di sekitar TNK yang berperan dalam sosialisasi peduli lingkungan. Yang sering terdengar adalah seruan nyaring LSM di media massa yang mengaku peduli daerah Kaltim tetapi masih terjebak pada permainan politik dan masalah kontribusi Industri pada daerah sekitar. Mereka belum berpikir bahwa lingkungan yang ada harus dijaga dan dilestarikan untuk pengembangan daerah. Mereka belum berpikir bahwa hutan itu juga asset daerah yang bisa “diberdayakan” untuk kemajuan daerah.
Masyarakat juga harus dibedakan antara masyarakat yang sudah berdomisili lama di sekitar TNK dengan para perambah yang muncul belakangan. Apalagi para cukong yang hanya mencari kesempatan untuk kepentingan pribadinya tanpa mempedulikan akibat jangka panjangnya. Kalau yang disebut terakhir ini sebaiknya ditindak sesuai dengan hukum yang berlaku.
Pada akhir tahun 1995, pernah terdengar program Kemitraan TNK dengan 8 kegiatan yang melibatkan industri-industri di sekitarnya antara lain PT Pupuk Kaltim, PT Kaltim Prima Coal, Pertamina Sangatta, PT Badak NGL, PT Indominco Mandiri, PT Surya Hutani Jaya, PT Kiani Lestari, PT Porodisa dan melibatkan Unesco. Tetapi sampai sekarang keberadaan program tersebut tidak terdengar lagi. Ada baiknya program tersebut ditindaklanjuti dengan beberapa program yang lebih fokus kepada penyadaran masyarakat akan fungsi hutan/TNK.
Adalah upaya yang baik diadakannya Lokakarya TNK di Pertamina, Sangatta 31 Oktober 2000 yang melibatkan Meneg. Lingkungan Hidup, Direktur Perlindungan Hutan dan Perkebunan Ditjen Perlindungan Konservasi Alam, para pakar perguruan tinggi (Unmul, UGM, ITB), TNK, dan beberapa LSM. Semua peserta sepakat bahwa persoalan dan perambahan hutan harus segera dihentikan. Hampir semua peserta meminta kepastian terhadap 16.000 warga yang ada di beberapa desa di kawasan tersebut. Diharapkan dari hasil lokakarya tersebut, beberapa kebijakan yang diambil untuk menyelamatkan TNK dan 16.000 jiwa dapat diterapkan dengan baik. (Kaltim Post, 1 Nopember 2000). Program Enclave (kantung permukiman) yang telah disetujui Departemen Pertanian dan Kehutanan bagi 4 desa definitif harus cepat dilaksanakan supaya menimbulkan kepastian. Tidak menutup kemungkinan penyelesaian di luar desa itu, masih belum jelas batas wilayahnya sehingga papan-papan TNK bisa berubah menjadi bangunan rumah tinggal.
Penutup
Persoalan perambahan hutan sudah bukan persoalan regional Kaltim saja, tetapi sudah menjadi isyu internasional. Buktinya, sekumpulan negara pemberi bantuan pinjaman yang tergabung dalam CGI (Consultative Group on Indonesia), masih mempermasalahkannya persoalan tersebut dalam penyaluran hutangnya kepada pemerintah Indonesia. Isyu lingkungan lebih bergema daripada isyu politik.
Persoalan perambahan hutan/TNK adalah persoalan penegakan produk hukum untuk pendidikan masyarakat bahwa peraturan itu untuk ditaati, bukan untuk dilanggar. Kalau tidak, plakat TNK di beberapa tempat yang berbunyi, “Anda Berada di Areal Kawasan Pelestarian Alam ; Dilarang berburu, berkebun, berladang, mendirikan bangunan, memungut hasil hutan dan bahan baku galian (UU No : 5 Tahun 1990) ; Dilarang menebang pohon dan akar hutan (PP. 28 Tahun 1985)” tidak akan berarti apa-apa. Kalau hal ini diteruskan dan TNK babak belur maka akan menjadi preseden buruk.
Dan lagi, bila perambahan hutan di wilayah TNK tidak dihentikan pohon-pohon beserta ekosistem di kawasan tersebut bisa terancam. Misalnya pohon ulin berdiameter lebih dari 2,5 meter dan yang berusia lebih dari 100 tahun di Sangkimah akan ikut ditebang. Dapat dibayangkan, akan memerlukan berapa lama untuk menggantinya. Kasihan anak cucu kita besok tidak dapat menikmatinya. Dan hutan tropis Kaltim yang menjadi salah satu paru-paru dunia hanya akan menjadi cerita sejarah saja.
Menggagas Kebon Raya Kaltim
Di Kaltim (Kalimantan Timur) terkenal dengan pohon pasak bumi yang katanya dapat meningkatkan vitalitas bagi penggunanya. Di beberapa penjual souvenir di daerah Kaltim juga dijual akar dan kayu dari pohon pasak bumi. Bahkan Tim sepakbola PS Pupuk Kaltim kadang disebut dengan Tim Pasak Bumi. Pasak Bumi sudah identik dengan Kaltim. Tetapi siapa yang pernah melihat pohon pasak bumi di Kaltim ? Apa nama latinnya ? Tak banyak penduduk Kaltim sendiri yang pernah melihat pohon yang telah menjadi identitas Kaltim tersebut.
Berapa usia terlama pohon di hutan Kaltim ? Siapa yang bisa menjawab pertanyaan tersebut ? Departemen Kehutanan dan Perkebunan, TNK (Taman Nasional Kutai) atau Fakultas Kehutanan Universitas Mulawarman ? Atau siapa ? Ada cerita yang masih dalam bahasa konon kabarnya, usia pohon ulin yang berdiameter lebih dari 2,5 m di Wilayah Sangkimah, TNK adalah lebih dari 100 tahun. Adakah pohon lain yang lebih tua usianya dari pohon itu ? Tak ada catatan pasti. Dan setelah itu sampai seberapa lama pohon tersebut bisa hidup ? Tak ada juga yang bisa menjamin.
Wilayah hutan Kaltim tercatat sebagai wilayah hutan terbesar di Indonesia atau sekitar 11 % dari total wilayah hutan di Indonesia. Di hutan Kaltim juga yang merupakan hutan tropis basah terkenal kaya akan spesies hutannya. Terlebih dengan keanekaragamhayatinya. Siapa yang akan menjaga spesies-spesies hutan ini tak akan punah ? Siapa yang sudah mendokumentasikannya ? Adakah yang sudah melakukan study terhadapnya ? Menurut petugas Jagawana yang ada di Sangkimah sewaktu penulis ke sana beberapa tahun lalu, katanya ada peneliti dari Jepang yang meneliti di wilayah Sangkimah. Berapa persen yang sudah diteliti dan didokumentasikannya ? Tak ada jawaban pastinya. Juga bagaimana kelanjutan dari penelitian tersebut.
Di Kebon Raya Bogor (KRB) ada tanaman yang tercatat usianya lebih dari 150 tahun yang merupakan pohon tertua di KRB. Tepatnya pohon tersebut ditanam pada tahun 1823 yaitu Litchi chinensis. Semua terdokumentasi dan terjaga dengan baik. Kalau dilihat dari diameternya, pohon ulin di Sangkimah jauh lebih besar diameter pohonnya tetapi karena tidak ada catatan pasti belum tahu usia sebenarnya. Ini hanya sekedar contoh. Masih banyak hal-hal lain yang positif mengiringi keberadaan sebuah Kebun Raya.
Indonesia merupakan daerah asal dari hampir 10 persen spesies tumbuhan dunia. Hanya dalam satu hektar hutan dataran rendah dapat memiliki lebih dari 200 spesies pepohonan. Tetapi ironisnya hanya memiliki 4 Kebun Raya yaitu Kebun Raya Cibodas, KRB di Jawa Barat, Kebun Raya Purwodadi di Jawa Tengah dan Kebun Raya Eka Karya di Bedugul, Bali. Bandingkan dengan Eropa yang memiliki 523 kebun raya.
Kalau di Bogor bisa, kenapa di Kaltim tidak bisa ? Bila KRB memiliki tanaman dari seluruh dunia, Kebun Raya Cibodas memiliki koleksi tanaman dataran tinggi, Kebun Raya Purwodadi memiliki jenis tanaman yang sesuai dengan iklim musim kering-hujan, setidaknya KRK (Kebon Raya Kaltim) bisa juga dengan koleksi tanaman perkayuan yang memang merupakan salah satu kekayaan hutan Kaltim.
Kebon Raya Bogor
Belanda menjajah Indonesia bukan hanya mewariskan keburukan tetapi ada juga kebaikannya. Setidaknya dengan adanya warisan KRB. KRB atau dulu disebut ‘s Lands Plantentuin oleh Pemerintah Belanda didirikan oleh Casper Georg Carl Reinwardt, seorang Jerman yang pindah ke Amsterdam, Belanda dan mempelajari ilmu pasti alam dengan spesialisasi Botani dan Ilmu Kimia. Pada tahun 1817, Reinwardt diangkat menjadi Kepala Usaha Pertanian, Kesenian dan Pengetahuan untuk Jawa dan Pulau di sekitarnya. Reinwardt tertarik menyelidiki tumbuhan yang digunakan secara luas oleh orang Jawa untuk keperluan rumah tangga dan obat-obatan dan mengumpulkannya dalam suatu kebun botani di Buitenzorg (nama Bogor waktu itu). Beliau lalu menambah koleksinya dengan tumbuhan dan biji-bijian dari Semenanjung Malaya dan menjadikan Bogor sebagai pusat pengembangan pertanian dan hortikultura.
Pada tanggal 18 Mei 1817, lahan seluas 47 hektar yang berbatasan dengan Istana Gubernur Belanda ditetapkan sebagai Kebun Raya dan Reinwardt diangkat sebagai Direktur pertama Kebun Raya Bogor sampai tahun 1822. Koleksinya saat itu 900 tumbuhan. Katalog tanaman Kebun Raya yang pertama (914 spesies) dipublikasikan oleh C. L. Blume (Direktur KRB, 1822-1826) yang menjadi dasar katalog yang masih dipergunakan hingga saat ini. Tahun 1842 dibuka perpustakaan sebagai Bibliotheca Bogoriensis dan Tahun 1844 dibuka Herbarium Bogoriensis. Pada tahun 1844 pula terbit katalog tanaman yang terdaftar lebih dari 2800 spesies. Setelah itu, selama bertahun-tahun ribuan tanaman menambah daftar koleksi KRB.
KRB memiliki peran penting dalam memperkenalkan dan pembudidayaan tanaman flamboyan (Delonix regia) dari Singapura, tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis) dari Afrika Barat, tanaman ubi kaya (manihot esculenta) dari Pulau Batam, tanaman kina (Cinchona sp) dari Peru sebagai obat malaria. Juga tanaman Eucalyptus dari Australia, tembakau, jagung dan kopi dari Liberia disebarkan ke seluruh wilayah Indonesia. Di KRB juga merupakan salah satu koleksi terlengkap anggrek di Indonesia.
Sekarang KRB disamping sebagai lembaga ilmiah dan tempat pembudidayaan tanaman juga menjadi tempat rekreasi bagi masyarakat. Luas KRB mencapai 87 ha. Koleksinya terdiri dari 20.000 jenis tanaman yang tergolong dalam 6.000 spesies. Ada pohon kelapa sawit tertua di Asia Tenggara yang berasal dari Afrika. Di KRB juga tempat penyelamatan spesies-spesies langka dan komunitas burung yang saat ini sangat susah mencari habitatnya. KRB berperan juga sebagai paru-paru kota Bogor yang menyerap polutan udara.
Kebon Raya Kaltim, Mengapa tidak ?
Kondisi hutan Kaltim adalah kondisi hutan yang sudah porak poranda dibabat habis oleh keserakahan sebagian manusia. Areal hutannya makin lama makin mengecil berganti dengan pemukiman dan aktivitas manusia. Bencana hutan sampai kebakaran hutan melanda hampir tiap tahun. Ditambah lagi dengan terjadinya perambahan hutan besar-besaran yang melanda TNK pada khususnya dan hutan Kaltim pada umumnya. Nyaris tak terdengar ada upaya penyelamatan hutan dengan program perencanaan matang dalam jangka panjang.
Akibat dari penggudulan hutan hampir semua mengakui bahwa tidak ada baiknya, diantaranya adanya banjir, tanah longsor, hilangnya keanekaragam hayatinya, terputusnya jaring-jaring kehidupan hutan dll. Dikawatirkan bila kondisi hutan terus-menerus dirusak oleh manusia ada spesies tertentu yang akan punah. Kalau punah berarti anak cucu kita tak dapat mengambil manfaat dari spesies yang diciptakan Tuhan untuk kegunakan manusia. Mereka hanya akan tahu dari buku bahwa dulu di Kaltim atau Indonesia ada spesies tanaman tertentu yang merupakan pohon asli hutan tropis basah. Itupun kalau sudah ada yang mendokumentasikannya. Kalau belum sempat terdokumentasi malah lebih parah, generasi mendatang tak akan pernah tahu ada spesies tertentu. Bila ada yang punah maka generasi sekarang ikut berdosa pada generasi mendatang karena tak bisa melindungi spesies yang diwariskan pada generasi berikutnya.
Era otonomi daerah sekarang sebenarnya bukan hanya menyangkut perimbangan keuangan pusat-daerah tetapi juga menyangkut kemandirian sebuah daerah. Diharapkan dengan pembagian dana pusat ke daerah pembangunan daerah dapat lebih maju. Diharapkan daerah mempunyai kemadirian ide, gagasan terhadap kemajuan daerahnya sendiri. Proyek dan perencanaan daerah akan dipikirkan dan ditangani sendiri oleh daerah.
Ada baiknya dalam era kemandirian daerah ini kita membuat sesuatu kegunaan bagi daerah. Kita seharusnya tidak hanya berebut saja pada dana perimbangan dengan daerah lain tetapi kita bahu membahu membuat sesuatu yang pantas dikenang untuk anak cucu besok. Sesuatu yang pantas dikenang sebagai ciri khas daerah dan dapat membuat fungsi yang positif untuk masyarakat. Salah satunya adalah memunculkan ide untuk membuat KRK (Kebon Raya Kaltim) sebagai wacana awal. Format KRK bisa saja analogi dengan Kebon Raya yang sudah ada dengan nuansa khas daerah yang bersangkutan.
Sebagai embrio awal sebenarnya cukup lengkap di Kaltim ini. Di Kaltim tersedia hutan seluas 21.143.849 ha (data tahun 1990) termasuk wilayah TNK seluas 200.000 ha. Mungkin luas tersebut sudah berkurang dengan adanya aktifitas manusia. Berapa diperlukan lahan untuk sebuah Kebun Raya ? Mengacu KRB luas awalnya hanya 47 ha maka untuk penyediaan lahan hutan tidak menjadi masalah. Terlalu kecil dibanding luas lahan hutan yang dirambah masyarakat. Kalau ingin menggunakan wilayah Sangkimah yang ada pohon ulin tertuanya juga memungkinkan. Di sana juga ada beberapa pohon tua, label-label nama pohon, lintasan jalan dan sungai sangkimah yang membelahnya.
Penulis belum tahu banyak hubungan antar lembaga tetapi setidaknya sebagai institusi yang dekat dengan Kebon Raya, ada Departemen Kehutanan dan Perkebunan dengan TNKnya. Ada lembaga ilmiah pendidikan yaitu Fakultas Kehutanan Universitas Mulawarman di Samarinda. Sumber Daya Manusia mungkin bisa dicarikan di Kaltim atau outsourcing dari luar. Dana ? Diambilkan sedikit dari dana perimbangan keuangan daerah atau dari manapun yang tak mengikat. Kabarnya Kaltim kaya akan SDA (Sumber Daya Alam) dan tentunya akan banyak memperoleh dana dari SDA tersebut. Di wilayah Kaltim juga banyak industri sehingga memungkinkan mengikutsertakannya sebagai sponsor.
Kelak, bila KRK bisa terwujud tentunya akan dapat memberi manfaat pada banyak segi. Suatu saat bila ingin melihat pohon ulin, kapur, meranti, bangkirai, pasak bumi atau seperti apa wujud tanaman rotan besok anak-anak kita tidak perlu jauh-jauh pergi ke Bogor karena di Kaltim sudah tersedia Kebon Raya yang cukup komplet dengan tanaman keras khas Katulistiwa. Mungkin juga dia bisa bercita-cita sebagai ahli botani untuk penyelamatan spesies-spesies langka di Kaltim. Apa harus menunggu dijajah lagi oleh asing untuk mewujudkan mimpi tersebut ?
*) Dimuat di Kaltim Post Th. 2000-an