Bersama teman2 delegasi Bontang dan sastrawan Korrie Layun Rampan dan Ahmadun Yosi Herfanda
Geliat kegiatan sastra di Kalimantan Timur dalam 2-3 tahun belakangan ini sudah mulai menunjukkan perannya. Beberapa even sastra dalam beberapa skala digelar, diantaranya diselenggarakan Seminar Nasional Kebahasaan dan Kesastraan 2009 yang diselenggarakan Kantor Bahasa Kaltim. Pada even tersebut juga diluncurkan 4 buku dokumentasi sastra Kaltim, yaitu Kamus Bahasa Banua-Indonesia, Tata Bahasa Kutai, Biografi Pengarang Kalimantan Timur dan Ensiklopedia Sastra Kaltim. Dua buku terakhir berisi biografi dan beberapa karya sastra berbagai generasi dari sastrawan di Kaltim.
Patut dicatat, juga mulai bermunculan karya-karya cerpen, puisi, novel dari pengarang dari Kaltim yang diterbitkan sendiri atau kerja sama dengan penerbit. Juga adanya ruang cerpen di setiap Minggu pada Harian terbesar di Kaltim, Kaltim Post dapat menambah ruang dokumentasi karya sastra. Di luar itu kemungkinan besar masih banyak penerbitan yang belum tercatat atau dirilis melalui dunia maya.
Puncaknya adalah dengan diselenggarakannya Dialog Borneo-Kalimantan XI pada tanggal 13-15 Juli 2011 di kantor Gubernur Kaltim, di Samarinda. Pada even tersebut diluncurkan tiga buah buku penting sebagai dokumentasi sastra Kalimantan yang paling lengkap, yaitu Kalimantan dalam Prosa Indonesia, Kalimantan dalam Puisi Indonesia, Kalimantan Timur dalam Sastra Indonesia dan Sumbangan Borneo Kalimantan terhadap sastra Indonesia, Brunei Darussalam dan Malaysia. Keempat buku tersebut dieditori oleh sastrawan senior asal Kaltim, Korrie Layun Rampan. Buku terakhir berisi makalah dalam seminar Dialog Borneo.
Saya tidak tahu apakah semaraknya kegiatan sastra ini ada hubungannya pulang kampungnya sastrawan senior Korrie Layun Rampan ke bumi Etam setelah banyak berkarya dari luar bumi Etam. Tetapi saya rasa juga ada gayung bersambut antara sastrawan senior dengan para sastrawan Kaltim lainnya yang sekarang mulai banyak berkiprah.
Gubernur Awang Faroek Ishak membuka Dialog Borneo tersebut dengan langsung memesan 300 buku untuk didistribusikan ke perpustakaan daerah dan sekolah-sekolah. Juga menandatangani nota kesepahaman antara Rumah Sastra Korrie dengan Dinas Pendidikan dan Dinas Pariwisata Kaltim untuk pengembangan sastra. Bukan itu saja, dalam penutupan even sastra internasional tersebut, gubernur berjanji memberi dukungan pendanaan khusus pada program budaya dan sastra, memberi penghargaan dan hadiah seni terhadap sastrawan yang telah berjasa pada kesusasteraan Kaltim.
Ada lebih 500 delegasi yang datang dari propinsi di Kalimantan, Kalbar, Kalsel, Kalteng dan tuan rumah Kaltim. Juga beberapa tokoh senior sastra seperti Darman Moenir dari Padang, Ahmadun Yosi Herfanda dari Jakarta, Delegasi dari Malaysia. Sayang sekali delegasi dari Brunei Darussalam tidak bisa hadir karena bertepatan dengan perayaan hari nasionalnya. Melalui Zefri Ariff Bruneiti hanya sempat mengirim naskahnya, Dari Rakis ke Maka Sastera Brunei Menyusur jalur Buanari.
Ada lebih dari 14 nara sumber hadir memaparkan makalahnya. Sambutan audiens juga sangat bagus sampai berebut kesempatan untuk bertanya sampai session terakhir. Peserta juga masih bertahan sampai malam penutupan. Hal yang jarang untuk sebuah perhelatan sastra.
Sekilas tentang Materi Diskusi
Berbagai judul makalah dari problem sastra sampai muatan sastra local. Kepala Dinas Pendidikan Kaltim, Musyahrim menyampaikan makalah tentang Peran kunci sastra dalam dunia pendidikan. Menurutnya, sastra memiliki peran penting dalam pembentukan karakter dan budaya bangsa. Jaya Ramba, penulis produktif dari Miri, Malaysia memaparkan Penulis bukan Melayu di Sarawak dalam Sastra 1 Malaysia. Ibnu HS asal Kalteng memaparkan Menjaga Sastra Anak. Dr. Surya Sili, Ketua UP Fakultas Ilmu Budaya dan Kepala Balai bahasa Unmul memaparkan strategi jitu memasyarakatkan buku. Silli mengutip sajak Taufik Ismail yang sangat prihatin terhadap rendahnya budaya baca. H Encik Othman Mahali dari Labuhan, Malaysia memaparkan Perkembangan penulisan dan cabaran penulis-penulis Labuhan. Ahmadun Yosi Herfanda, mantan redaktur budaya Republika dan Ketua Komite Sastra DKJ, Menakar Sumbangan Kalimantan pada Perkembangan Sastra Indonesia.
Pada hari kedua, Abang Patdeli bin Abang Muhi dari Serawak, Malaysia. Pengurus Dewan Bahasa dan Pustaka Malaysia Cawangan Serawak membawakan makalah Perkembangan Sastera Kebangsaan di Serawak. Dia bercerita tentang upaya yang sangat bagus Dewan Bahasa dalam memajukan sastra di Serawak. Ada penerbitan 10-12 buku sastra Serawak tiap tahun. Tiap tahun ada lomba sastra, lomba kreativitas untuk guru, menerbitkan cerita rakyat, cerita anak-anak untuk sekolas. Juga memuat karya sastra pada Media Utusan Serawak dan Utusan Borneo. Tadjudin Nurganie asal Kalsel memaparkan tentang Kedudukan sastra modern Banjar di tengah-tengah sastra Indonesia. Problem sastra Banjar adalah pada pengarang, pembaca, media dan kritik sastra.
Prof. Dr. Chairil Effendy, peneliti budaya, mantan anggota MPR dan mantan Rektor Universitas Tanjungpura Pontianak memaparkan tentang sastra Modern di Kalimantan Barat, Dahulu dan Kini. Mizar Bazarvio, penulis dan aktivis sastra asal Kalbar berbicara tentang Peran penting organisasi sastra membangun kreativitas dan inovasi sastra di Kalimantan Barat.
Marko Mahin, dosen di STT-GKE, Banjarmasin dan peraih gelar Magister of Art dari Universitas Leiden, Belanda memaparkan tentang Panaturan, sastra suci Dayak Ngaju. Jamal T Suryanata, aktivis sastra asal Kalsel membahas kebanggaan sastra sebagai kebanggaan daerah, sumber kreativitas dan inovasi penciptaan. Lokalitas sastra dalam sastra Indonesia modern adalah sesuatu yang harus diperjuangkan jika kita memang berharap banyak untuk menghasilkan karya-karya yang benar-benar berkarakter Indonesia. Pemanfaat daerah sebagai sumber kreativitas dan inovasi penciptaan dalam sastra Indonesia akan menimbulkan, kebanggan sastra merupakan kebanggan daerah.
Korrie Layun Rampan, Sastrawan senior Indonesia asal Kaltim tentang Kalimatan Timur dalam Sastra Indonesia. Penulisan sastra Kaltim relative lebih muda dari sastra Indonesia. Dimulai pada tahun 1940-an. Ada banyak cara untuk meningkatkan kualitas penulisan sastra daerah yaitu menerbitkan majalah sastra sebagai wadah karya para sastrawan, dibentuk badan penerbit yang professional, memberi penghargaan dari pemerintah daerah, ada program pelatihan penulisan kreatif, pemerintah daerah mau menerbitkan buku-buku sastra, dan meciptakan kegiatan sastra yang dapat merangsang kreativitas berkarya.
Rekomendasi Dialog Borneo
Rekomendasi dibacakan oleh salah seorang nara sumber pada penutupan Dialog Borneo di Lamin Etam pada 15 Juli 2011 di depan hadirin dan Gubernur Kaltim. Ada 6 rekomendasi, yaitu Menetapkan Labuhan, Malaysia sebagai tuan rumah Dialog Borneo XII pada tahun 2013 dan Serawak sebagai tuan rumah cadangan, Memperluas cakupan peserta Dialog Borneo-Kalimantan dengan mengundang peserta dari Mindanau dan Indonesia Timur, Memberikan hadiah Anugerah Sastra Borneo Kalimantan secara berkala, menerbitkan antologi karya bersama pada setiap penyelenggara Dialog Borneo, mengupayakan terbitnya media publikasi bersama baik berbentuk cetak maupun internet, Menentukan secretariat bersama yaitu Dewan Bahasa dan Pustaka Cawangan Sarawak untuk wilayah Malaysia Timur dan Brunei dan Rumah Sastra Korrie Layun Rampan untuk wilayah Kalimantan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar