Kamis, 13 November 2008

Pameran Lukisan Dialog Interlokus


Pameran Lukisan di Koperasi

Dialog Interlokus adalah pameran lukisan karya pilihan koleksi Galeri Nasional Indonesia dan Pelukis Kalimantan Timur. Pameran bertempat di Gedung Bhayangkari, Jl. Jendral Sudirman dari tanggal 10-15 Nopember 2008. Pameran dibuka pada Senin sore oleh Walikota Balikpapan, H Imdaad Hamid SE. Sebagai kurator lukisan adalah Dr. M Agus Burhan (Kurator GNI), Surya Darma (Pelukis, Balikpapan) dan Ahmad Gani (Pelukis, Balikpapan).

Rabu, 12 November 2008

Catatan Juri Konvensi

Menjadi juri konvensi mutu internal bila dinikmati asyik juga. Kami menjadi tahu banyak proses bisnis di banyak unit kerja. Yang penting juga kami menjadi tahu dan kenal pada beberapa pelaku peduli mutu di banyak unit kerja. Disamping itu bila kami wawancara atau mengunjungi lapangan untuk cross check data banyak hal menarik yang kami jumpai. Bagaimana mereka berusaha mencari jalan keluar dari permasalahan yang ada dengan resource yang minim. Bagaimana mereka mengelola SDM (sumber daya manusia), bagaimana mereka survive, bagaimana mereka belajar dan mengatur waktu. Ini menarik, terlebih saya yang bekerja sebagai pengelola SDM dapat mengetahui banyak hal dari mata kepala sendiri. Seperti anggota DPR yang menyerap aspirasi rakyatnya atau pejabat yang turun ke lapangan. Kami menjadi lebih paham dan mengerti keunikan unit kerja. Ternyata setiap unit kerja itu mempunyai keunikan tersendiri disamping memang mempunyai proses bisnis tersendiri.

 

Begitu juga yang terjadi pada juri konvensi internal ke 20 pada 5-6 Nopember 2008. Ini adalah tugas sebagai juri untuk kedua kali. Dari jumlah peserta memang berkurang dan ini membuat kami sedikit lebih santai dalam membaca makalah. Kalau dulu bisa sampai jam satu malam untuk memelototi makalah, sekarang bisa berkurang karena jumlah yang lebih sedikit. Biasanya makalah dibagi sudah pada last minuite dan harus kami pelajari lalu ada saatnya melakukan klarifikasi di lapangan dengan anggota gugus.

 

Pada saat tampil pada session presentasi pun tak kalah menarik. Mereka unjuk karya sekitar 20 menit dan tampil bergiliran. Mereka menampilkan hal terbaik yang dimilikinya. Ada yang membuat kreasi pada pembukaannya, ada yel-yel, ada yang membuat semacam video klipnya dengan aktor mereka sendiri dan latar belakang pabrik, ada yang cukup percaya diri tampil sendirian sehingga dia lupa kalau ada temannya. Tujuannya hanya ingin tampil terbaik. Betapa menyenangkan bukan? Saya melihat seorang aktor, sutradara, pengatur komposisi, kameraman, design grafis, pemikir, analis, dan jangan lupa mereka juga karyawan, operator yang mempunyai tanggung jawab pekerjaan. Mereka melakukan hal tersebut di sela-sela waktu kerjanya. Mereka harus berbagi waktu dengan keluarganya di rumah. Mereka harus mencuri waktu istirahatnya sendiri. Atau memacu otak kirinya untuk peran kreativitas setelah otak kanannya dipakai untuk mengerjakan tugas sehari-hari. Mereka merangkap dari seorang pelaku inovasi, penulis, dokumentator sekaligus analis ekonomi karena ada analisa cost benefitnya yang harus ditampilkan. Mereka harus belajar oportunity loss. Mereka bukan hanya aktif di satu gugus tetapi ada yang merangkap di beberapa gugus. Ada juga yang merangkap sebagai panitia dllnya.

 

Seusai presentasi, perdebatan juri pun tak kalah menarik. Padahal sebelumnya ada proses docking penilaian sebelum presentasi dan hanya menunggu nilai presentasi. Artinya para juri sudah rapat-rapat di hari sebelumnya untuk kesepakatan penilaian. Proses docking hanya untuk mempermudah dan mengurangi waktu berdebat karena biasanya setelah presentasi waktunya pendek dan ditunggu pengumumannya saat penutupan. Tetapi perubahan pertimbangan bisa saja muncul setelah melihat presentasimeski sebenarnya tak dikehendaki. Presentasi yang ditampilkan jauh lebih bagus pada saat penilaian di lapangan. Tak kalah menariknya ada juga dewan telaahnya -seperti dewan syuronya partai- meski perannya kadang dipertanyakan.

 

Isyu perdebatan juri biasanya mencakup 3 hal, yaitu kontens, metodologi dan benefit. Tiga hal ini yang selalu menjadi topik menarik untuk bahan perdebatan. Ada yang kontennya bagus tetapi metodologinya kacau. Ada juga yang temanya sederhana tetapi tampilannya menarik, lengkap dengan data-data yang ditampilkan. Ada juga yang antara kontens dan metodologinya sama-sama biasa saja. Juga benefitnya. Hal yang terakhir ini biasanya dilakukan oleh gugus pemula yang asal tampil saja. Biasanya juri sangat menyayangkan bila ada ide yang bagus tetapi kalah hanya karena metodologinya tidak kena. Sayang sekali. Dan juri ingin membantunya dengan alasan “pembinaan”.

 

Begitulah yang terjadi. Begitulah sebuah konvensi mutu ditampilkan. Cukup banyak effort yang telah dikeluarkan. Cukup banyak kesibukan dijadwalkan dan banyak pihak telah mengapresiasikannya. Saya yakin semua tak akan sia-sia. Dalam session kunjungan di lapangan, ada salah seorang peserta mengatakan, rasanya sama saja karier karyawan yang ikut konvensi dengan yang tidak. Penilaian manajemen juga tetap saja. Mereka sepertinya menyindir terhadap sistem penilaian karya karena memang belum terakomodir di sistem penilaian. Tetapi tetap saya bilang, tetap ada bedanya antara karyawan yang aktif dalam gugus mutu dan tidak. Minimal kita sudah menebar energi posistif dengan melakukan inovasi dan energi positif tersebut akan kembali kepada kita sendiri karena hukum tarik menarik semesta alam seperti yang diceritakan dalam buku Secret. Selain itu juga banyak ketrampilan yang bisa dipelajari dari persiapan sampai tampil presentasi di konvensi. Juga networking dan melatih public speaking. Ada banyak tricken down effect dalam bentuk lain-lain. Percayalah! Tak ada yang sia-sia. Waktu diisi dengan konvensi atau tidak tetap saja berlalu, kenapa tidak diisi saja kegiatan yang positif? (Sunaryo Broto)

Suatu Saat di Satu Nama

Hampir tiap hari sebagai pengelola pendidikan dan pelatihan di perusahaan saya menandatangani surat keberangkatan karyawan untuk melaksanakan pelatihan di luar kota. Pelatihan keryawan tersebut diusulkan oleh unit kerjanya dan kami review terhadap kebutuhan kompetensi unit kerjanya. Ada sekitar 850-an karyawan yang menjalani pelatihan di luar Bontang setiap tahun.

 

Sampai bulan Oktober saya belum juga menemukan jenis dan waktu yang tepat untuk pelatihan saya sendiri. Sebenarnya saya ingin pelatihan tentang audit SDM atau mendalami performance manajemen tetapi sampai sekarang belum ketemu jadwal yang sesuai. Saya juga ingin sekali-kali pelatihan di Yogyakarta atau Bandung supaya merasakan bagaimana “menikmati” pelatihan di kota tersebut. Beberapa kali pernah melihat skedul pelatihan di kota tersebut tetapi bio data instruktur atau lembaganya belum dapat menyakinkan atasan saya untuk menyetujuinya. Kebanyakan pelatihan tentang SDM diselenggarakan di Jakarta dan terus terang saya sudah tidak bisa menikmati kota tersebut yang  terkenal dengan kemacetannya. Sekali-kali ingin belajar dalam suasana nyaman.

 

Suatu saat saya melihat usulan pelatihan tentang Pengembangan Organisasi. Melihat topiknya saya menjadi tertarik. Terlebih lokasinya di Yogya. Wah! Sayapun ikut mendaftar juga. Awalnya atasan saya tidak setuju karena lembaga penyelenggara, Satu Nama tidak dikenal di pelatihan SDM. Sayapun juga tidak mengenalnya. Biasanya yang terkenal di pelatihan SDM adalah DDI (Daya Dimensi Indonesia), Hay Konsultan atau LPPM dll. Lalu saya cari di internet dan mendapatkan silabus pelatihan. Ada yang membuat saya tertarik, ada bahan tentang perumusan visi misi dan ada efektivitas organisasi. Topik ini membahas pendekatan dan strategi untuk meningkatkan effectivitas organisai dimulai dengan membuat assessment organisasi yang cocok. Menganalisis informasi hasil asessment dan menetapkan secara partisipatif. Juga langkah-langkah peningkatan kapasitas organisasi. Rasanya lembaga pelatihannya bergerak dalam bidang LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat).

 

Ternyata dugaan saya tak meleset. Dari 31 peserta hanya 5 dari latar belakang korporasi. Selebihnya dari kalangan LSM. Ada hal yang tak terduga, disamping peserta kebanyakan masih usia muda di bawah 30 tahunan, ada satu yang sudah berkepala 5 dan menjadikan peserta tertua. Ada juga peserta dari luar negeri yaitu Timor Leste sebanyak 6 orang. Dari Aceh ada 5 peserta. Dari Kaltim 6 peserta sekaligus mewakili Indonesia Timur karena dari Maluku dan Papua tidak ada.

 

Begitu masuk kelas hawa keakraban langsung terasa. Suasananya sama sekali jauh dari formal. Pakaian peserta terkesan seadanya, berbaju kaos oblong dan beberapa bersandal jepit. Pengajarnya juga idem ditto, bercelana jeans dan bersandal. Cara mengajarnya sangat menarik dan membuat kelas hidup. Itulah sebabnya hampir tiap hari kami pulang sekitar jam 18.00 karena saking asyiknya berdiskusi.

 

Apa yang saya dapat dari situ? Banyak hal tentang manajemen pengembangan organisasi. Pemahaman baru akan dunia aktivis sekarang, meski sewaktu mahasiswa saya juga aktif tetapi ini bertemu dengan beragam aktivis dari berbagai daerah. Kami berdiskusi, berdebat dan presentasi tentang beberapa tugas.

 

Ada kalanya instruktur atau fasilitator berusaha mencairkan suasana bila kelas mulai agak redup selepas makan siang. Ada saja idenya. Dengan mengajak beberapa peserta untuk aktif membuat ice breaking dengan suatu permainan. Atau membuat permainan  sendiri. Permainan spidol dan selotif dengan informasi berjenjang membuat tertawa. Banyak game sebagai ice breaking suasana.

 

Yang patut saya catat adalah penampilan all out sang instruktur, Mr. Mech (Metodius Kusumahadi). Dengan usia sekitar 63 tahun dengan suara dan semangat yang tak kenal lelah. Suaranya bisa meninggi atau merendah atau melucu dan membuat peserta harus tetap memperhatikan materi dan bahan diskusi. Membuat permainan melingkar dengan membuat hitungan bilangan dan kelipatan yang memaksa peserta untuk berkonsentrasi dan tergelak bila ternyata konsentrasinya buyar. Bila ada peserta mengantuk atau sibuk sendiri didekatinya dan diajak berdiskusi. Dia seperti actor dalam pertunjukan teater, actor utamanya. Atau bila kelas suasananya meredup dan ada beberapa yang berpangku tangan, ada nyanyian penumbuh semangat yang dinyanyikan bergantian antara peserta lelaki dan perempuan. I’am captain of the ship/Yes I’am, Yes I’am, Yes I’am/I’am captain of the fate/Yes I’am, Yes I’am, Yes I’am. Whatever you can do I can do/Yes I’am, Yes I’am, Yes I’am. I can do better than you/Yes I’am, Yes I’am, Yes I’am

 

Dia sudah berkeliling dunia dan mengabdikan diri pada dunia LSM lebih dari 35 tahun. Dengan entengnya bercerita tentang letak sebuah kota di Kanada atau Jerman atau Amerika. Atau bahkan di negara kecil Kepulauan Solomon. Rasanya ke luar negeri seperti ke kota tetangga. Dia juga fasih bercerita tentang letak suatu desa di Bengkulu atau Aceh atau Timor Leste. Begitu juga kalau bercerita tentang proyek sosialnya di Merauke, Papua seperti hafal di luar kepala. Mungkin mata kakinya kalau bisa bercerita akan berkata bila sudah melihat dan menginjak permukaan bumi di hampir seluruh negara di dunia. Dia juga sangat menguasai teori manajemen dan praktis operasional LSM.

 

Ada beberapa materi atau ungkapan-ungkapan lepas yang layak saya catat. Diluar catatan teknis tentang manajemen organisasi. Diantaranya adalah seperti saya tulis berikut.

 

Mr. Met mengawalinya dengan berkata, Bung Karno pernah  berkata, ada 3 syarat suatu negara : identitas (kepribadian), kemandirian ekonomi (resources), kemandirian politik. Begitu juga dengan organisasi, minimal harus ada tujuan, sumber daya dan system. Ketiganya dikelola dengan manajemen. Dalam organisasi sebaiknya no body is indispensable, tak ada yang sangat diperlukan. Jangan sampai ada orang yang tak tergantikan. Semua orang dalam organisasi tersebut dapat diganti. Setiap fungsi sebaiknya ada second line (lapis kedua).

 

Nilai-nilai perusahaan secara universal paling tidak terdiri dari 4 hal yang diambil dari bahasa Yunani.yaitu Unum (satu), Bonum (kebenaran), Verum (keadilan), Pulchrum (keindahan).

 

Pembuatan visi dan misi. Biasanya ada 3 macam model yaitu thematis, naratif atau deskriptif. Thematis biasanya dengan bahasa singkat. Gampang diingat tetapi ada yang “disembunyikan”. Naratif biasanya dengan kalimat yang panjang. Deskriptif dengan kalimat yang lebih panjang dan biasanya menjadi susah diingat. Penetapan visi ke arah end (hasil). Sedang misi ke arah means (upaya). Jangan dicampuradukkan. Nilai ke arah end. Lebih abstrak. Prinsip arahnya means. Prinsip biasanya lebih kongkrit disbanding nilai. Di sebagian dunia penulisan visi misi didahului dengan visi dan diikuti misi. Di Amerika Utara penulisan visi misi dibalik. Misi baru visi.

 

Dalam mengelola organisasi sebaiknya berpegangan pada system, bukan manusia. Dalam perjalanan waktu motivasi orang bisa berubah. No body is useless. Tonjolkan sisi positif dalam setiap kekhasannya. Organisasi sebaiknya komplet antara laki-laki dan perempuan. Untuk organisasi kemanusiaan tak perlu malu mendapat dana dari luar tetapi usaha mencari dana sendiri harus tetap dilakukan.

 

Siapa yang bertanggung jawab pada “peradaban” setempat? Jawabnya adalah pemimpin setempat. Menjaga kwalitas pemimpin dengan pastikan posisi gambar besar dari visi misi, struktur dan kultur, menjaga keunggulan dan kekhasan, memaksimalkan jaringan, menjaga mutu dan dampaknya. Cara efektif untuk membangun kader, memberi kesempatan pada setiap orang untuk bertanggung jawab.

 

Masih banyak kata-kata bernas yang layak catat. Mungkin ini bukan hal baru, tapi perlu dimaknai. Bila ingin menjadi orang yang berarti harus mempunyai disiplin. Jika tak disiplin tak akan menjadi apapun. Maka semua tergantung anda, apa mau menjadi orang berarti atau tidak. Manusia dinilai seberapa banyak dia berarti bagi sesamanya. (Sunaryo Broto)

 

Selasa, 11 November 2008

Suatu Waktu di Satu Nama




Beberapa foto kegiatan pelatihan Pengembangan Organisasi di Satu Nama, Jl. Sambi Sari No 99 Sendangadi, Mlati, Sleman, Yogyakarta tgl 13-18 Oktober 2008. Pelatihan yang menyenangkan dengan beragam peserta dari seantero negeri dan beragam kasus yang dibahas, khususnya pada organisasi LSM.